Saudariku, pernahkah Anda merasa
takut hidup kekurangan di kemudian hari? Atau Anda merasa iri dengan kekayaan tetangga
dan saudara Anda ? Atau Anda merasa harta yang Anda miliki sangat sedikit dan
berusaha menambah harta Anda sampai Anda merasa puas? Saudariku, apabila Anda
pernah merasakannya, atau bahkan sedang merasakannya, maka ketahuilah, bahwa peredam
semua itu adalah Qana'ah.
Qana'ah sebagaimana
yang dikatakan oleh Ibnu Baththol, adalah ridho dengan ketetapan Allah Ta’ala dan berserah diri pada
keputusan-Nya. dalam banyak hadist
Rasulullah memberikan pujian terhadap sifat ini, di antaranya dalam hadist dari
’Abdullah bin ’Amr bin Al ’Ash, Rasulullah shallallahu
’alaihi wa sallam bersabda,
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ هُدِىَ إِلَى الإِسْلاَمِ وَرُزِقَ الْكَفَافَ
وَقَنِعَ بِهِ
”Sungguh beruntung orang yang diberi petunjuk
dalam Islam, diberi rizki yang cukup, dan qana’ah (merasa cukup) dengan rizki
tersebut.” (HR. Ibnu Majah no. 4138, Syaikh Al Albani mengatakan
bahwa hadits ini shahih).
Teladan
paling baik dalam sifat qana'ah adalah Nabi shalallahu alaihi wa sallam
sendiri. Banyak sekali hadist-hadist Nabi yang menunjukkan qana'ahnya beliau shalallahu
alaihi wa sallam dan keluarga beliau, di antaranya hadist dari Aisyah radhiyallahu
'anha bahwasanya telah berlalu 3 hilal (tiga bulan) sedangkan di rumah
beliau shalallahu alaihi wa sallam tidak ada makanan selain kurma dan
air putih. Juga diriwayatkan oleh beliau radhiyallahu 'anha bahwa Nabi shalallahu
alaihi wa sallam meninggal sedangkan beliau selama hidup tidak pernah
kenyang dari makan roti dan minyak sebanyak dua kali dalam sehari. Juga terdapat
riwayat bahwa kasur beliau hanyalah
tikar sehingga berbekas pada punggung beliau, dan ketika ada seorang sahabat
yang menawarkan kasur yang lebih baik maka beliau menjawab: " sesungguhnya
aku di dunia ini hanyalah seperti penunggang kuda yang berteduh di bawah pohon,
istirahat sejenak, dan kemudian pergi". Subhanallah.
Saudariku,
apakah Rasulullah menjalankan semua itu karena terpaksa ? Tidak! Rasulullah adalah
pemimpin kaum muslimin, yang apabila beliau menghendaki beliau dapat hidup
berkecukupan, akan tetapi beliau menjadikan rasa syukur dan cukup dalam hati
beliau sehingga tidak meresahkan beliau kekurangan yang beliau alami. Teladan selanjutnya adalah dari istri Nabi
shalallahu alaihi wa sallam sendiri, yaitu Aisyah radhiyallahu anha. Diriwayatkan
bahwa setelah kaum muslimin menguasai banyak wilayah, Muawiyah memberikan
Aisyah uang sebanyak 100 ribu dirham, maka berkata Urwah bin Zubair (keponakan
Aisyah), bahwa ketika sore harinya, tidak ada satu dirham pun di tangan Aisyah
kecuali beliau telah menginfakkannya. Sampai-sampai beliau radhiyallahu
'anha lupa untuk membeli makanan untuk berbuka puasa. Lihatlah saudariku,
betapa besar sifat qana'ah dan wara' Aisyah dan keterikatan hati belaiu pada
akhirat sampai ia lupa dengan kebutuhan dunianya.
Saudariku,
mari kita bandingkan kehidupan shalafus sholih dengan kehidupan kita sekarang
yang penuh dengan kecukupan dan fasilitas yang sangat banyak, tempat tidur
yang empuk, makanan yang mengenyangkan tiga kali sehari, tempat tinggal yang
luas, bahkan kendaraan yang nyaman, tetapi masih banyak dari kita yang tidak
bersyukur, bahkan merasa kurang. Karena itu Saudariku, renungkanlah hadits Abu
Hurairah berikut,
عَنْ
أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « لَيْسَ
الْغِنَى عَنْ كَثْرَةِ الْعَرَضِ وَلَكِنَّ الْغِنَى غِنَى النَّفْسِ »
Dari Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah
shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda, ”Yang namanya kaya bukanlah dengan memiliki
banyak harta, akan tetapi yang namanya kaya adalah hati yang selalu merasa
cukup.” (HR. Bukhari no. 6446, Muslim no. 1051, Tirmidzi no. 2373,
Ibnu Majah no. 4137).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar