![]() |
Add caption |
baik di muka bumi ini? Boleh Anda jawab dengan berbagai alasannya, tetapi, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyebutkan dalam Al Qur’an suatu pekerjaan yang paling mulia:
وَمَنْ أَحْسَنُ قَوْلًا مِّمَّن دَعَا إِلَى اللَّهِ وَعَمِلَ صَالِحًا
وَقَالَ إِنَّنِي مِنَ الْمُسْلِمِينَ
“Dan
siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada
(ajaran) Allah, beramal sholih dan ia
berkata sesungguhnya aku termasuk orang-orang Islam” (Al Fushilat: 33)
Dalam
ayat tersebut jelas bahwa Allah menetapkan pekerjaan dan perkataan terbaik
adalah berdakwah di jalan Allah, mengingatkan manusia kepada tujuan asal
penciptaanNya, meneruskan risalah para rasul hingga sampai pada manusia di
penghujung zaman, dan mengajarkan manusia bahwa Allah telah menciptakannya dan
mengaturnya dengan perintah dan larangan.
Tetapi
untuk meraih predikat terbaik tentu memerlukan perjuangan dan pengorbanan.
Pernahkah Anda melihat orang yang hidup mulia tanpa melalui perjuangan? Begitu
pula dalam berdakwah..
Tak
jarang orang yang berdakwah mendapat celaan dan ejekan, bahkan dituduh
menyesatkan. Tapi tak perlu mundur, karena dulu Rasulullah shallalahu alaihi wa
sallam, pendakwah terbaik pun, pernah dicap sebagai orang yang gila dan orang
yang menyesatkan. Robi’ bin Abbad ad Duali mengisahkan: “Saya melihat Rasulullah
shalallahu alaihi wa sallam berdakwah dengan mendatangi pemukiman penduduk di Mina ketika musim haji,
sebelum Hijrah, dan berkata: “Wahai manusia, sesungguhnya Allah memerintahkan
kalian untuk menyembahNya dan tidak menyekutukanNya sedikitpun”, maka
dibelakangnya ada seorang laki-laki yang selalu mengikuti beliau dengan
berkata: “Wahai manusia, sesungguhnya orang ini memerintahkan kalian untuk
meninggalkan agama nenek moyang kalian”. Maka aku (Robi’) bertanya siapakah
laki-laki itu, dan dikatakan kepadaku: “Abu Lahab”.
Tak
jarang orang yang berdakwah disakiti secara fisik, bahkan diancam dibunuh, tapi
itu belum seberapa. Bukankah Allah mengisahkan
dalam surat Yasin tentang seorang yang
berdakwah agar kaumnya mentauhidkan Allah dan mengikuti ajaran Rasul, sampai ia
dibunuh oleh kaumnya? Dan lihatlah bagaimana indahnya akhir kisah orang yang
berdakwah tersebut:
قيل ادخل الجنة قال ياليت قومي يعلمون بما غفر لي ربي و جعلني من
المكرمين
“Dan dikatakan kepadanya
(setelah ia dibunuh): “masuklah ke dalam surga, ia berkata:” duhai, seandainya
kaumku mengetahui, mengapa Tuhanku mengampuniku dan menjadikan aku orang-orang
yang dimuliakan”
Tak
jarang orang yang berdakwah harus meninggalkan pekerjaan yang mapan, kedudukan
yang tinggi, dan kesenangan yang mungkin ia peroleh. Tapi, bukankan dulu Mush’ab
bin Umair, juru dakwah pilihan Rasulullah juga meninggalkan kedudukan dan
segala kemewahan yang pernah ia rasakan? Pemuda bangsawan dengan segala
kekayaan rela hidup penuh dengan kemiskinan dan pakaian yang penuh tambalan, demi
mempertahankan agama dan menjadi pejuang dakwah Islam hingga syahid
menjemputnya.
Tak
jarang orang yang berdakwah harus rela menghabiskan sebagian hartanya, bahkan
mungkin sebagian besar hartanya dan hidup dengan kesederhanaan. Tapi begitulah
dakwah yang sejati. Mengorbankan harta untuk dakwah, dan bukan berdakwah untuk
mencari harta. Lihatlah bagaimana Abu bakar telah menginfakkan seluruh hartanya
saat perang Tabuk, demi tegaknya dan tersebarnya syi’ar Islam. Dikisahkan dari Hisyam
Bin Said dari Zaid Bin Aslam dari ayahnya, berkata: “aku mendengar Umar bin
Khattab radhiyallahu ‘anhu berkata: “Rasulullah memerintahkan kami untuk bershadaqah.
Ketika itu bertepatan dengan banyaknya hartaku, maka aku berkata: “hari ini aku
akan mengungguli Abu Bakar dalam
bersedekah, maka aku infakkan setengah hartaku. Maka Rasulullah bertanya kepadaku:
“Apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?” aku menjawab: “sebanyak yang aku
infakkan”. Kemudian datanglah Abu Bakar
radhiyallahu ‘anhu membawa seluruh hartanya. Maka Rasulullah bertanya
kepadanya: “apa yang engkau tinggalkan untuk keluargamu?” maka Abu Bakar
menjawab: “kutinggalkan untuk mereka Allah dan RasulNya”. Maka aku berkata:
“Aku tidak akan pernah mengunggulimu dalam segala hal selama-lamanya” .
Tak
jarang orang yang berdakwah harus kehilangan waktunya, bahkan waktu bersama
keluarganya. Akan tetapi, cobalah perhatikan bagaimana Rasulullah tidak pernah
pelit waktu untuk berdakwah, sampai di antara waktu beliau yang sangat padat,
beliau masih meluangkan waktu untuk berdakwah kepada seorang anak Yahudi yang
sakit, dan beliau sangat bergembira ketika anak tersebut mengakhiri hidupnya
dengan ucapan dua kalimat syahadat.
Tak
jarang orang yang berdakwah tidak bisa bersenang-senang di dunia seperti
kebanyakan orang, memiliki jadwal berlibur, berwisata kuliner, atau merawat
diri di salon, tetapi itulah konsekuensi dakwah. Konsekuensi menjadi penerus
para rasul, pekerjaan yang paling mulia dan hanya dapat dilalui dengan perjuangan
dan berletih-letih. Tetapi ingatlah, wahai Anda yang sedang berada di jalan
dakwah, do’a Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam untuk
Anda:
نضر الله امرأ سمع مقالتي فبلغها، فرب حامل فقه غير فقيه، ورب حامل فقه إلى
من هو أفقه منه
”
Semoga Allah memberi kenikmatan dan kebaikan kepada seseorang yang mendengarkan
perkataanku (hadist), kemudian ia menyampaikannya (kepada manusia), maka berapa
banyak orang yang menyampaikan fiqih padahal ia tidak menguasai, dan berapa
banyak orang yang menyampaikan fiqih kepada yang lebih faham darinya” (Hadist
Shohih, riwayat Ibnu Majah)
Selamat
Berdakwah!
Ditulis
di tempat yang penuh kisah perjuangan dakwah
Madinatul
Qur’an, Bogor
Ummu
Sholih
Tidak ada komentar:
Posting Komentar