Fiqih Muyassar : SUJUD TILAWAH DAN SUJUD SYUKUR

We Share Because We care

Ringkasan Materi Kajian Ummahaat dari Kitab Fikih Muyassar
Disampaikan oleh Ust. Rizqo, B.A. di Ma’had Madinatulquran Jonggol-Bogor
Ringkasan oleh: Azizah




A). SUJUD TILAWAH

            Sujud tilawah disyariátkan saat membaca atau mendengar ayat yang di dalamnya terdapat ayat sajdah. Ibnu Umar berkata,

«كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ عَلَيْنَا السُّوْرَةَ فِيْهَا السَّجْدَةُ ، فَيَسْجُدُ وَنَسْجُدُ مَعَهُ، حَتَّى مَا يَجِدُ أَحَدُنَا مَوْضِعًا لِجَبْهَتِهِ »
“Nabi pernah membacakan kepada kami surat yang di dalamnya ada ayat sajadahnya, maka beliau bersujud dan kami pun bersujud bersama beliau, sampai-sampai salah seorang di antara kami tidak m enemukan tempat untuk keningnya.” (Muttafaq ‘alaih)

Sujud ini Sunnah menurut pendapat yang shohih, bukan wajib.
«فَقَدْ قَرَأَ زَيْدُ بْنُ ثَابِتٍ عَلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَالنَّجْمِ فَلَمْ يَسْجُدْ فِيهَا»
“Sungguh Zaid bin Tsabit telah membaca an-Najm di hadapan Nabi, namun beliau tidak sujud tilawah padanya.” (HR. Al-Bukhori)

Disunnahkan melakukan sujud sahwi bagi para pembaca maupun pendengar bila ia membaca ayat sajdah di dalam atau di luar sholat. Dan apabila pembaca sendiri tidak sujud, maka pendengarpun tidak sujud.

Keutamaan Sujud Tilawah :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِذَا قَرَأَ ابْنُ آدَمَ السَّجْدَةَ فَسَجَدَ اعْتَزَلَ الشَّيْطَانُ يَبْكِي، يَقُولُ: يَا وَيْلَهُ أُمِرَ ابْنُ آدَمَ بِالسُّجُودِ فَسَجَدَ فَلَهُ الْجَنَّةُ، وَأُمِرْتُ بِالسُّجُودِ فَأَبَيْتُ فَلِيَ النَّارُ "
“Bila manusia membaca ayat sajdah lalu dia bersujud, m aka setan menjauhkan diri sambal menangis, ‘Celakalah, manusia diperintahkan untuk bersujud lalu ia bersujud, maka ia mendapatkan surge, sedangkan aku diperintahkan untuk sujud, namun aku menolak, maka aku mendaapatkan neraka.” (HR. Muslim)

Sifat Dan Tata Cara Sujud Tilawah :

            Cara sujud tilawah adalah bersujud satu kali, bertakbir saat sujud,dan dalam sujudnya mengucapkan, سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى , sebagaimana ia mengucapkan dalam sujud sholat.
Juga mengucapkan:  سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ
Dan juga tidak mengapa membaca doa yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi:
«سَجَدَ وَجْهِي لِلَّذِي خَلَقَهُ وَشَقَّ سَمْعَهُ وَبَصَرَهُ بِحَوْلِهِ وَقُوَّتِهِ»

Tempat-tempat Sujud Tilawah Dalam Al-Quran

            Ada lima belas tempat dalam al-Quran untuk sujud tilawah, yaitu: akhir surat al-A’rof: 206, Ar-Ra’d: 15, An-Nahl: 49-50, Al-Isro: 107-109, Maryam: 58, Al-Hajj: 18, akhit surat Al-Hajj: 77, Al-Furqon: 73, An-Naml: 25-26, As-Sajdah: 15, Fushilat: 37-38, An-Najm: 62, Al-Insyiqoq: 20-21, Al-‘Alaq: 19, dan Shod: 24.

B). SUJUD SYUKUR

            Dianjurkan bagi siapa yang mendapatkan kenikmatan yang besar (yang tidak biasa), dijauhkan dari musibah atau mendapat kabar gembira agar bersujud sebagai bentuk syukur kepada Allah dalam rangka meneladani Nabi Muhammad shallallaahu álaihi wasallam.

عَنْ أَبِي بَكْرَةَ، أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ «كَانَ إِذَا أَتَاهُ أَمْرٌ يَسُرُّهُ أَوْ يُسَرُّ بِهِ، خَرَّ سَاجِدًا، شُكْرًا لِلَّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى»
“Bahwa Nabi bila mendapatkan suatu perkara yang membahagiakannya –atau diberi kabar gembira-, maka beliau menyungkur sujud sebagai ungkapan syukur kepada Allah Tabaroka wa Ta’ala.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Majah)


Dalam sujud syukur tidak dianjurkan menghadap kiblat, namun menghadapnya lebih utama. Sujud ini hukumnya sama dengan sujud tilawah. Demikian juga sifat dan tata caranya.

Fiqih Muyassar : Sujud Sahwi

We Share Because We care

Ringkasan Materi Kajian Ummahaat dari Kitab Fikih Muyassar
Disampaikan oleh Ust. Rizqo, B.A. di Ma’had Madinatulquran Jonggol-Bogor
Ringkasan oleh: Azizah




Bagian Pertama
Pensyariatan Sujud Sahwi Dan Sebab-Sebabnya

Sujud sahwi adalah sujud yg dituntut untuk dilakukan di akhir sholat untuk menambal kekurangan dalam sholat atau kelebihan atau keraguan
Para ulama berijma’bahwa Sujud sahwi disyariátkan (artinya bernilai ibadah, bisa termasuk wajib atau Sunnah tergantung yang ditinggalkan dalam sholat).
Sebab-sebab sujud sahwi, ada 3, yaitu; kelebihan, kekurangan atau keraguan dalam sholat.
إِذَا نَسِيَ أَحَدُكُمْ فَلْيَسْجُدْ سَجْدَتَيْنِ.
“Bila salah seorang di antara kalian lupa (dalam sholatnya), maka hendaknya sujud dua kali.” (HR. Muslim)

Bagian Ke-Dua
Sebab Wajibnya Sjud Sahwi

Sebab-sebab wajibnya sujud sahwi, yaitu;
1.  Apabila seseorang menambah gerakan dalam sholat, semisal menambah ruku’, sujud,berdiri atau duduk, sekalipun hanya sebentar seukuran lamanya duduk istirahat.
عَنْ عَبْدِ اللهِ، قَالَ: «صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَمْسًا»، فَقُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ أَزِيدَ فِي الصَّلَاةِ، قَالَ: «وَمَا ذَاكَ؟» قَالُوا: صَلَّيْتَ خَمْسًا، قَالَ: «إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ، أَذْكُرُ كَمَا تَذْكُرُونَ وَأَنْسَى كَمَا تَنْسَوْنَ» ثُمَّ سَجَدَ سَجْدَتَيِ السَّهْوِ
“Rasulullah pernah sholat bersama kami lima rokaat. Kami pun berkata: ‘Wahai Rasulullah, adakah sesuatu yang ditambahkan dalam sholat?’  Ia berkata: ‘Apa itu?’ Mereka menjawab: ‘Sesungguhnya anda telah sholat lima rokaat.’  Ia bersabda: ‘Sesungguhnya aku hanyalah manusia biasa seperti kalian, aku mengingat sebagaimana kalian mengingat, aku lupa sebagaimana kalian lupa juga’. Kemudian ia sujud sahwi dua kali.” (HR. Muslim)

Dan apabila seseorang menambah rokaat sholat dan diketahui saat sholat berlangsung, maka ia wajib duduk saat mnengingatnya, sekalipun saat ia tengah ruku’. Karena, seandainya ia melanjutkan kelebihan tersebut sepengetahuaannya, sesungguhnya ia telah menambah sesuatu dalam sholat dengan sengaja, dan ini dilarang.

2.     Mengucapkan salam sebelum sholatnya sempurna. Hendaknya ketika mengingatnya ia melaksanakan rokaat yang ia tinggalkan, lalu sujud sahwi.
عَنْ عِمْرَانَ بْنِ الْحُصَيْنِ، قَالَ: «سَلَّمَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي ثَلَاثِ رَكَعَاتٍ، مِنَ الْعَصْرِ، ثُمَّ قَامَ فَدَخَلَ الْحُجْرَةَ»، فَقَامَ رَجُلٌ بَسِيطُ الْيَدَيْنِ، فَقَالَ: أَقُصِرَتِ الصَّلَاةُ يَا رَسُولَ اللهِ؟ «فَخَرَجَ مُغْضَبًا، فَصَلَّى الرَّكْعَةَ الَّتِي كَانَ تَرَكَ، ثُمَّ سَلَّمَ، ثُمَّ سَجَدَ سَجْدَتَيِ السَّهْوِ، ثُمَّ سَلَّمَ»
“Rasulullah mengucapkan salam pada rakaat ketiga dari sholat Ashar, kemudian beliau bangkit lalu masuk bilik (rumah), lalu seorang laki-laki yang kedua tangannya panjang berdiri seraya berkata, ‘Apakah Sholat diqoshor wahai Rasulullah?’ Maka beliau keluar –dalam keadaan dibuat gusar-, lalu beliau sholat satu rakaat yang tertinggal, kemudian mengucapkan salam, kemudian sujud sahwi dua kali kemudian salam.” (HR. Muslim)

3.  Melakukan kesalahan bacaan yang mengubah makna karena lupa, karena bila disengaja, maka ia membatalkan sholat, bila lupa ia wajib sujud sahwi

4.   Meninggalkan salah satu wajib sholat, semisal tasyahud awal atau bacaan tasbih dalam ruku’dan sujud atau meninggalkan takbir intiqhol (takbir perpindahan).
«صَلَّى لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ رَكْعَتَيْنِ مِنْ بَعْضِ الصَّلَوَاتِ، ثُمَّ قَامَ، فَلَمْ يَجْلِسْ، فَقَامَ النَّاسُ مَعَهُ، فَلَمَّا قَضَى صَلاَتَهُ وَنَظَرْنَا تَسْلِيمَهُ كَبَّرَ قَبْلَ التَّسْلِيمِ، فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ، ثُمَّ سَلَّمَ»
“Rasulullah sholat mengimami kami dua rakaat dari sholat-sholatnya, kemudian beliau berdiri sehingga tidak duduk (untuk tasyahud awal), lalu orang-orang berdiri bersama beliau.manakala beliau menyelesaikan sholat dan kami menunggu salamnya, maka beliau bertakbir sebelum salam, lalu beliau sujud (sahwi) dua kali ketika beliau duduk (tasyahud akhir), kemudian mengucapkan salam.” (Muttafaq alaihi)

5.     Bimbang dalam jumlah rokaat sehingga yang bersangkutan tidak tahu persis berapa rokaat ia sholat.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا قَامَ يُصَلِّي جَاءَ الشَّيْطَانُ، فَلَبَسَ عَلَيْهِ حَتَّى لاَ يَدْرِيَ كَمْ صَلَّى، فَإِذَا وَجَدَ ذَلِكَ أَحَدُكُمْ، فَلْيَسْجُدْ سَجْدَتَيْنِ وَهُوَ جَالِسٌ»
“Sesungguhnya bila salah seorang di antara kalian berdiri sholat, maka setan dating kepadanya lalu mengacaukan sholatnya sehingga dia tidak tahu berapa rokaat dia sholat. Maka bila seseorangmendapatkan peristiwa itu, maka hendaknya sujud sahwi dua kali ketika dia sedang duduk (untuk tasyahud akhir).”  (Muttafaq alaihi)
Ada 2 kondisi dalam hal ini;
Ø  Keraguan tanpa bisa memilih yang benar, berapa rokaat ia telah sholat, maka dalam kondisi ini hendaknya ia mengambil rokaat yang lebih sedikit, lalu melakukan sujud sahwi.
«إِذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاتِهِ، فَلَمْ يَدْرِ كَمْ صَلَّى ثَلَاثًا أَمْ أَرْبَعًا، فَلْيَطْرَحِ الشَّكَّ وَلْيَبْنِ عَلَى مَا اسْتَيْقَنَ، ثُمَّ يَسْجُدُ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ، فَإِنْ كَانَ صَلَّى خَمْسًا شَفَعْنَ لَهُ صَلَاتَهُ، وَإِنْ كَانَ صَلَّى إِتْمَامًا لِأَرْبَعٍ كَانَتَا تَرْغِيمًا لِلشَّيْطَانِ»
“Bila salah seorang di antara kalian ragu dalam sholatnya lalu dia tidak tahu berapa rokaat dia sholat, tiga atau empat, maka hendaknya dia membuang keraguan dan mendasarkan sholatnya atas apa yang diyakininya, kemudian sujud dua kali sebelum mengucapkan salam”. (HR. Muslim)
Ø  Apabila ia memiliki dugaan kuat dan mampu mentarjih (menyatakan lebih kuat) salah satu dari dua kemungkinan yang dirasakan, maka hendaklah ia mengamalkanapa yang ia yakini, lalu sujud sahwi.
فَلْيَتَحَرَّ الصَّوَابَ، فَلْيُتِمَّ عَلَيْهِ، ثُمَّ لِيَسْجُدْ سَجْدَتَين
“Maka hendaknya dia berusaha mencari yang benar dengan teliti, kemudian menyempurnakan sholatnya berdasarkan atasnya, kemudian sujud dua kali.” (HR. Muslim)

Bagian Ke-Tiga
Kapan Sujud Sahwi Disunnahkan?

Sujud sahwi disunnahkan bila orang yang sholat mengucapkan dzikir yang disyariatkan bukan pada tempatnya karena lupa (seperti; ia membaca alquran saat ruku’ dan sujud atau membaca tasyahud saat berdiri) dengan mengucapkan dzikir yang disyariatkan pada posisi tersebut.
Misalnya, membaca alfatihah dalam ruku’ karena lupa, kemudian ia tetap membaca tasbih “سبحان ربي العظيم .
Bagaimana jika seseorang membaca سبحان ربي الأعلى  pada saat ruku’ tanpa melafazhkanسبحان ربي العظيم  ? wajib baginya sujud sahwi karena ia meninggalkan kewajiban dalam sholat.

Tambahan*:
( A ). Meninggalkan rukun shalat seperti lupa ruku’ dan sujud.
1).        Jika meninggalkan rukun shalat dalam keadaan lupa, kemudian ia mengingatnya sebelum memulai membaca Al Fatihah pada raka’at berikutnya, maka hendaklah ia mengulangi rukun yang ia tinggalkan tadi, dilanjutkan melakukan rukun yang setelahnya. Kemudian hendaklah ia melakukan sujud sahwi di akhir shalat.
2).        Jika meninggalkan rukun shalat dalam keadaan lupa, kemudian ia mengingatnya setelah memulai membaca Al Fatihah pada raka’at berikutnya, maka raka’at sebelumnya yang terdapat kekurangan rukun tadi jadi batal. Ketika itu, ia membatalkan raka’at yang terdapat kekurangan rukunnya tadi dan ia kembali menyempurnakan shalatnya. Kemudian hendaklah ia melakukan sujud sahwi di akhir shalat.

( B ). Bagaimana jika seseorang meninggalkan sunnah shalat?
Dalam keadaan semacam ini tidak perlu sujud sahwi, karena perkara sunnah tidak mengapa ditinggalkan.

Bagian Ke-Empat
Tempat Dan Shifat Sujud Sahwi
  • Sujud sahwi dapat dilakukan sebelum atau setelah salam.
  • Adapun tata caranya adalah bersujud dua sujud seperti sujudnya sholat, bertakbir saat hendak sujud dan saat bangun darinya, kemudian menucapkan salam.
  • Dzikir sujud sahwi seperti dzikir dalam sholat  سبحان ربي الأعلى” .

Ayah Ibu, Mereka Butuh Doamu

We Share Because We care


              Ayah Ibu, ketika melihat anak kita nakal dan bandel, apakah yang kita lakukan? Tentu sebagian besar dari kita berusaha mencari solusinya, baik dengan membaca buku, browsing melalui internet, menghadiri seminar parenting, atau mengikuti klub parenting ini dan itu. Tetapi, pernahkah terpikir pada diri kita, bahwa solusi yang paling jitu dan paling penting dalam memperbaiki anak-anak kita adalah … mendoakan mereka.

              Ayah Ibu,  doa adalah sarana terpenting dalam mendidik anak, sekaligus merupakan hal termudah yang mampu dilakukan kedua orang tua. Akan tetapi, banyak orang tua yang lalai dari hal ini. Banyak orang tua yang tertipu dengan kemampuannya, pengetahuannya, amal sholihnya, atau usahanya saja. Padahal, di tangan Allah lah segala urusan. Dialah yang mampu membolak balikkan hati anak-anak kita, sehingga mereka menjadi sholih atau durhaka. Siapakah di antara kita yang merasa lebih sholih dan lebih sabar dibandingkan dengan Nabi Nuh ‘alaihissalam? Namun, ternyata Allah menguji beliau dengan anak yang kafir. Begitulah, di tangan Allah sajalah kebaikan dan petunjuk.

              Ayah Ibu, janganlah tertipu dengan kesholihan, kecerdasan, dan kemampuan kita. Contohlah Nabi Ibrahim, kekasih Allah dan salah satu rasul ‘ulul azmi, yang tidak pernah merasa sombong dengan keshalihannya. Sebaliknya, ia tetap berdoa merendahkan diri di hadapan Allah untuk keshalihan anak-anaknya, dengan do’a- doa’yang diabadikan dalam Al Qur’an:

 وَاجْنُبْنِي وَبَنِيَّ أَنْ نَعْبُدَ الْأَصْنَامَ
Artinya: “ dan jauhkanlah aku dan anakku dari (perbuatan) menyembah patung”.

رَبِّ اجْعَلْنِي مُقِيمَ الصَّلَاةِ وَمِن ذُرِّيَّتِي رَبَّنَا وَ تَقَبَّل دُعَاءِ
Artinya : “Wahai Rabbku, jadikanlah aku orang yang mendirikan sholat, dan juga keturunanku. Wahai Rabb kami, kabulkanlah doa kami”.

              Ayah Ibu, para salaf dahulu pun sangat bersemangat mendoakan anak-anak mereka. Fudhoil bin Iyadh rahimahullah, seorang ulama besar, berdo’a untuk anaknya yang masih kecil: “Ya Allah sesungguhnya Engkau mengetahui bahwa kau telah berusaha keras mendidik anakku Ali, dan aku tidak mampu, maka didiklah dia untukku”. Maka Allah pun mengabulkan doanya, dan menjadikan Ali bin Fudhoil sebagai ulama besar, setara dengan ayahnya. Begitu pula Said ibnul Musayyab, beliau berkata : “Sesungguhnya bila aku ingat anakku dalam sholatku, maka aku akan memperpanjang sholatku”. Maksudnya adalah ia memperbanyak doa untuk anaknya di dalam sholatnya. Dan berkata juga salah seorang yang sholih kepada anaknya :” Wahai anakku, sesungguhnya aku memperbanyak sholatku untukmu”.  
    
              Ayah Ibu, janganlah pelit untuk mendoakan kebaikan bagi anak-anak kita, karena doa kita untuk mereka adalah doa yang mustajab. Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda:
ثَلاَثُ دَعَوَاتٍ يُسْتَجَابُ لَهُنَّ لاَ شَكَّ فِيهِنَّ دَعْوَةُ الْمَظْلُومِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْوَالِدِ لِوَلَدِهِ 
Artinya : “Ada tiga doa yang pasti dikabulkan oleh Allah, tanpa ada keraguan, yaitu : doa orang yang terdzolimi, doa orang yang bepergian jauh (musafir), dan doa orang tua untuk anaknya” (HR. Ibnu Majah dan dihasankan oleh Syekh Albani dalam Shohih Jami’ Ash Shoghir)
Bahkan Rasulullah juga menyebutkan dalam hadist yang lain :

 ثلاث دعوات لا ترد دعوة الوالد لولده ، ودعوة الصائم ، ودعوة المسافر
Artinya : “Ada tiga doa yang tidak akan ditolak, yaitu doa orang tua untuk anaknya, doa orang yang berpuasa (sampai ia berbuka), dan doanya musafir”. ( HR. Abul hasan Al Mahruwiyah dishahihkan oleh Al Albani dalam Shohih Jami’). Maka, manfaatkanlah keutamaan ini dengan sebaik-baiknya. Berdoalah sebelum, disaat, dan setelah melakukan seluruh usaha pendidikan anak. Jangan sampai kita  baru berdoa  bila kita telah gagal dalam mendidik anak kita!

              Ayah Ibu, doakanlah kebaikan untuk anak-anak kita, dan jangan pernah mendoakan keburukan untuk mereka. Rasulullah bersabda:
 لاَ تَدْعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ وَلاَ تَدْعُوا عَلَى أَوْلاَدِكُمْ وَلاَ تَدْعُوا عَلَى أَمْوَالِكُمْ لاَ تُوَافِقُوا مِنَ اللَّهِ سَاعَةً يُسْأَلُ فِيهَا عَطَاءٌ فَيَسْتَجِيبُ لَكُمْ
Artinya : “Janganlah kalian mendoakan keburukan untuk diri kalian sendiri, jangan mendoakan keburukan untuk anak-anak kalian, dan jangan mendoakan keburukan untuk harta kalian. Janganlah kalian (berdoa keburukan) bertepatan dengan waktu dikabulkannya doa dari Allah, lalu Allah pun mengabulkannya untuk kalian.” (HR Muslim. Hadits ini dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami’ Ash-Shaghir no. 1500.)

Berapa banyak  kenakalan, dan kedurhakaan anak sebenarnya adalah akibat dari doa yang pernah diucapkan orang tuanya sendiri? Seseorang pernah mengadu pada Abdullah bin Mubarok rahimahullah tentang anaknya yang durhaka, maka Ibnul  Mubarak bertanya: “Apakah kamu pernah mendoakan kejelekan untuknya?”, ia menjawab “ Iya”, maka Ibnul Mubarok berkata: “Pergilah, karena engkau  sendiri yang telah merusaknya”.

            Ayah Ibu, kita semua pasti memimpikan ketika kita tua nanti, anak-anak yang dulu mungil dan lemah itu akan mendoakan kita. Maka, jadilah contoh bagi mereka dengan banyak mendoakan mereka. Biasakanlah mengucapkan doa bagi mereka, bahkan dalam perkataan sehari-hari. Bila mereka berbuat baik, biasakanlah mengatakan : ‘Baarakallahu fiik (semoga Allah memberkahimu) atau Jazakallahu khairan (semoga Allah membalasmu dengan kebaikan). Sebaliknya, bila mereka berbuat keburukan katakanlah: “Hadaakallahu” (Semoga Allah memberimu petujuk), atau “Ashlahakallahu” (semoga Allah memperbaikimu). Membiasakan doa dalam perkataan sehari-hari juga mendidik anak untuk memiliki adab yang baik, berlemah lembut dan suka mendoakan orang lain. Sebaliknya, gampang memarahi dan melaknat anak akan mendidik mereka menjadi pemarah, kasar, dan mudah melaknat pula.

            Karena itu Ayah Ibu, tahanlah lisan kita dari kalimat-kalimat yang buruk bagi buah hati kita sendiri. Contohlah teladan terbaik sepanjang zaman, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam yang tidak pernah mendoakan keburukan bagi orang lain. Dikisahkan bahwa suatu ketika, Thufail bin Amr Ad Dausy dan para sahabatnya datang kepada Nabi, mereka mengadu: “Ya Rasulullah sesungguhnya suku Daus bermaksiat dan enggan (untuk taat), maka doakanlah kecelakaan untuk mereka, maka Rasulullah menjawab: “ Ya Allah berilah petunjuk kepada suku Daus, dan datangkanlah mereka”. ( HR. Bukhori dan Muslim)

            Ya Allah,  berikanlah kepada kami kelapangan hati dan kemudahan untuk banyak berdoa bagi kebaikan anak-anak kami….



Ummu Sholeh
@ Madinatul Qur’an


Artikel Terbaru

Fiqih Muyassar : SUJUD TILAWAH DAN SUJUD SYUKUR

We Share Because We care Ringkasan Materi Kajian Ummahaat dari Kitab Fikih Muyassar Disampaikan oleh Ust. Rizqo, B.A. di Ma’had Madinat...