Sempitnya Waktuku!

We Share Because We care



Apakah kita..
sering luput dari dzikir pagi dan petang..
merasa tidak sempat untuk sholat rawatib...
merasa sibuk untuk menghadiri majelis ilmu...
kehabisan waktu untuk membaca 1 halaman Al Qur'an ...
merasa lelah ketika akan sholat malam...
dan kehabisan agenda untuk mengunjungi  teman yang sakit...

Tetapi kita...
selalu sempat menonton berita di internet.
tidak pernah ketinggalan up date dan mengikuti status di facebook
selalu aktif berkomentar  dalam grup-grup watsapp
dan tidak pernah absen dalam menghadiri majelis ghibah dan senda gurau ?

Apakah kita...
Merasa waktu kita sangat sempit dan sedikit untuk melakukan hal-hal bermanfaat? Merasa kesibukan dunia kita terlalu padat sehingga sering berudzur meninggalkan ibadah kita?

Mungkin... itu tanda tidak adanya keberkahan dalam waktu kita

Berkata seorang sahabat Nabi yang mulia Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu: "Aku tidaklah menyesali sesuatu lebih besar dari pada penyesalanku terhadap satu hari yang berlalu, berkurang umurku, dan tidaklah bertambah amalku." Seorang ulama salaf yang bijak berkata: "Barangsiapa yang harinya berlalu tanpa ada kebenaran yang ia tegakkan, atau kewajiban yang ia laksanakan, atau kemuliaan yang ia raih, atau perbuatan terpuji yang ia kerjakan, atau kebaikan yang ia rintis, atau ilmu yang ia kutip, sungguh ia telah mendurhakai waktunya, dan mendzolimi dirinya". 

Maka, mari kita perhatikan, bahwa para salafus sholih tidaklah menilai bahwa suatu waktu menjadi bermanfaat dari banyaknya kekayaan dihasilkan, atau gelar kehormatan yang diraih, atau ketenaran didapat, tetapi dari banyaknya amal sholih yang dihasilkan dari waktu tersebut.

Para salaf terdahulu adalah orang-orang yang sangat memperhatikan masalah waktu, mereka berkata: "Sesungguhya menyia-nyiakan waktu itu  lebih berat daripada kematian, karena menyia-nyiakan waktu  memutuskan seseorang dari Allah dan akhirat, sedangkan kematian memutuskan seseorang dari keluarga dan dunianya." Berkata Hasan Al Bashri rahimahullah: "Wahai anak Adam, sesungguhnya engkau adalah hari-hari, apabila pergi harimu, berarti telah pergi sebagian dirimu..  Ia  juga berkata: "Tidaklah hari itu muncul bersama terbitnya fajar, keculai ia berkata: "Wahai anak Adam, aku adalah makhluk yang baru, dan aku bersaksi atas amal-amalmu, maka berbekallah denganku, karena sesungguhnya bila aku pergi aku tidak akan kembali lagi sampai hari kiamat nanti.

Janganlah kita mengira bahwa perkataan mereka hanyalah perkataan kosong tanpa bukti. Sebaliknya, sangat banyak catatan-catatan mengenai semangat mereka dan kesungguhan mereka dalam menjaga waktu, di antaranya: perkataan orang-orang tentang Abdullah putra Imam Ahmad: "Demi Allah kita tidak melihatnya kecuali ia sedang tersenyum, sedang membaca, atau sedang menelaah kitab." Begitu pula, dikatakan  tentang Al Khotib Al Baghdadi: "Tidaklah kami melihat beliau kecuali beliau sedang menelaah sebuah kitab". Imam Ad Dzahabi menyebutkan tentang Abdul Wahab Bin Abdil Wahhab Al Amiin: "Sesungguhya ia sangat menjaga waktunya, tidaklah berlalu 1 jam kecuali ia membaca Al Qur'an, atau berdzikir, atau sholat tahajjud, atau memperdengarkan bacaan Al Qur'an.

Masih banyak kisah yang menakjubkan dari para salaf dalam memanfaatkan waktu.. Berkata seorang murid Al Imam Abdur Rahman bin Mahdi rahimahullah tentang Imam Hammad bin Salamah: "Seandainya dikatakan kepada Hamad bin Salamah bahwa esok ia mati, maka ia tidak sanggup lagi untuk menambah amalannya sedikitpun. MasyaAllah.. hal itu dikarenakan banyaknya amalan yang ia lakukan secara rutin! Berkata Ammar bin Raja': "Saya melewati 30 tahun tidak makan dengan tanganku di malam hari, dan saudara perempuankulah yang menyuapiku, karena kesibukanku menulis hadist". Begitu pelitnya beliau dengan waktu, sampai tidak mau waktunya berkurang karena makan!

Tidak kalah mengagumkan kisah Imam Ibnu Jarir At Thabari. Dikisahkan bahwa ia berkata pada  teman-temannya: "apakah kalian berminat menulis tafsir Al Qur'an?" Mereka menjawab: "Berapa panjangnya?" Ia berkata: "30 ribu lembar". Para sahabatnya terkejut dan berkata: " Kalau begitu bisa habis umur kami", maka beliau pun meringkasnya menjadi tiga ribu lembar dan mendiktekannya kepada para sahabatnya selama 7 tahun. Setelah selesai,  ia kembali berkata : "Apakah kalian berminat pada tarikh (sejarah) sejak Nabi Adam sampai jaman kita ini?" Mereka kembali bertanya: "berapa panjangnya?", dan beliau menyebutkan sebagaimana perkataan beliau pada tafsir, maka mereka menjawab dengan jawaban yang sama, maka Ibnu Jarir berkata: "Inna lillah.. Sungguh telah mati kesungguhan", dan ia pun kembali meringkasnya sebagaimana ia meringkas tafsir.

Kita mungkin tidak bisa meraih keberkahan seperti mereka, tapi setidaknya kita dapat mengusahakannya, agar waktu kita dapat menjadi ladang amal yang bermanfaat di akhirat kelak, bukan sebaiknya menjadi sumber penyesalan dan kerugian di akhirat nanti. Beberapa cara agar waktu kita menjadi barakah adalah:
·       Beriman dan bertakwa
·       Melazimi Al Qur'an, karena Allah berfirman yang artinya: Dan Kitab ini (Al Qur'an) yang kami turunkan dengan penuh berkah, maka ikutilah ia dan bertakwalah agar engkau mendapat rahmat. (Al an'am: 155)
·       Memperbanyak beramal sholih baik dengan hati, lisan dan perbuatan
·       Bersegera beramal sejak pagi hari, sebagaimana doa Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam : "Ya Allah, berkahilah umatku pada pagi hari mereka"
·       Menjaga sholat fajr (sholat subuh) karena menjaga sholat subuh adalah kunci keberkahan sepanjang hari.
·       Belajar ilmu atau mengajarkannya

Maka, mari kita bersungguh sungguh memanfaatkan waktu kita. Ingatlah, bahwa suatu saat nanti kita akan menghadapi hari dimana kita harus mempertanggung jawabkannya, hari di mana seorang raja tidak akan meminta kembali istananya, seorang pemimpin tidak akan meminta kembali kekuasaannya, dan orang yang kaya tidak akan meminta dikembalikan hartanya, tetapi mereka semua akan meminta dikembalikan WAKTU yang mereka habiskan tanpa amal shalih!


Ummu Sholih
@ Madinah Munawwaroh



Menyebutkan Dalil Saat Mengajari Anak, Perlukah?

We Share Because We care




Setiap orang tua, tentu ingin selalu mengajarkan  kebaikan  pada anak-anaknya. Akan tetapi, tidak semua orang tua mengetahui cara-cara terbaik untuk menanamkan kebaikan pada anak. ak jarang, sebagian orang tua memilih cara-cara instan ketika menghendaki kebaikan bagi anaknya. Misalnya, sebagian orang tua yang memerintahkan anak dengan alasan agar seperti teman-temannya,  melarang anak dengan alasan  malu dengan teman-teman,  atau dengan mengancam anak.


Cara-cara seperti itu, mungkin bisa diterima oleh anak-anak yang sangat kecil, seperti usia balita, karena mereka belum bisa memahai alasan yang rumit. Akan tetapi, pada anak yang berusia lebih besar, cara-cara ini bisa jadi membosankan dan tidak membentuk kesadaran dan penghayatan yang kuat dalam hatinya. Mungkin ia patuh, tetapi tidak mengetahui dengan pasti alasan mengapa ia diperintah atau dilarang. Salah satu cara menanamkan kesadaran yang kuat dalam diri seorang anak adalah dengan menyebutkan dalil ayat Al Qur'an dan hadist ketika menyuruhnya melakukan sesuatu atau melarangnya dari sesuatu. Allah Ta'ala berfirman dalam surat Az Zumar ayat 9:
قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُوْلُوا الأَلْبَابِ
Artinya: "Katakanlah: apakah sama orang yang megetahui dengan yang tidak mengetahui?. Sesungguhnya hanya orang-orang yang berakal lah yang dapat mengambil pelajaran "
Dalam ayat ini, Allah menyebutkan bahwa tidak sama orang yang memiliki pengetahuan dengan orang yang tidak memiliki pengetahuan. Begitu pula anak-anak yang mengetahui alasan perbuatannya tidak akan sama dengan anak-anak yang tidak mengetahui alasan perbuatannya.

Kapankah Kita Menyebutkan Dalil dalam Mendidik Anak?
Anak-anak memiliki kemampuan mencerna kata-kata secara bertahap. Anak yang masih terlalu kecil dan belum dapat mencerna kata-kata yang panjang, cukup diajari dengan mengatakan ini boleh dan ini tidak boleh, atau dengan perintah dan larangan dengan bahasa yang sederhana mudah dipahami. Akan tetapi, anak yang mulai besar dan dapat memahami kalimat atau alasan yang panjang, sebaiknya diajari dalil baik ayat Al Qur'an maupun hadist Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, dan ini dapat dimulai ketika anak berusia 5 atau 6 tahun.

Beberapa Contoh Dalil Al Qur'an dan Hadist dalam Mendidik Anak
·         Dalil pertama yang harus ditanamkan adalah tentang tauhid kepada Allah, bahwa Allah lah sesembahan yang benar  dan tidak ada sesembahan Yang benar selainNya
     (فاعلم أنَّه لا إله إلاَّ الله
        Artinya: Ketahuilah: sesungguhnya tiada sesembahan yang berhak disembah selain Allah (Surat Muhammad: 19)
·         Dalil kedua  adalah wajibnya mengikuti Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam. Menaati beliau berarti menaati Allah. Karenanya kita juga  harus mencintai beliau,  mengikuti perintah dan menjauhi larangan  beliau shalallahu alaihi wa sallam
Artinya: "Barangsiapa yang menaati rasul, maka ia telah menaati Allah, dan barangsiapa yang berpaling, maka Kami tidak mengutusmu sebagai penjaga mereka
·         Dalil selanjutnya adalah tentang adab perbuatan-perbuatan yang paling sering dilakukan anak, seperti :
ü  Adab makan dan minum:
Umar Ibnu Abi Salamah radhiyallahu’anhuma berkata, “Saya dulu adalah seorang bocah kecil yang ada dalam bimbingan (asuhan) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tangan saya (kalau makan) menjelajah semua bagian nampan. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa salam menegur saya, ‘Wahai bocah bacalah bismillah, makanlah dengan tangan kananmu, dan makanlah dari yang terdekat denganmu.’ Maka demikian seterusnya cara makan saya setelah itu.” (HR. Bukhari dan Muslim)
ü  Adab berkata-kata :
·         مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَليَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُت
Barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir maka hendaklah ia berkata baik atau hendaklah ia diam.” (Muttafaq ‘alaih: Al-Bukhari, no. 6018; Muslim, no.47).

Beberapa Hal yang Perlu Diperhatikan ketika Menyebutkan Dalil
✋       Ketika menyebutkan dalil, sebaiknya orang tua juga bersikap biasa saja, jangan terlalu serius sehingga anak menganggap dalil itu hanyalah seperti kata-kata yang harus dihafal. Tetapi sampaikanlah dengan lembut dan santai, sambil memandang matanya, dan memegang tangan atau pundaknya, sehingga lebih tertanam dalam hati seorang anak.
✋       Selalu mengulang-ulang, hingga anak benar-benar memahami dan menerapkannya. Titik berat menyebutkan dalil bukanlah sebatas agar anak menghafal ayat atau hadist yang disebutkan, akan tetapi ketika anak konsisiten mengamalkan apa yang terkandung dalam ayat dan hadist tersebut.
✋       Meminta umpan balik dari anak untuk mengetes seberapa jauh ia memahami dalil yang telah kita sampaikan, juga mengecek apakah ia benar atau salah dalam memahami dalil tersebut.
✋       Orang tua harus menjadi contoh pertama dalam mengamalkan dalil yang telah ia ajarkan. Anak yang melihat inkonsistensi antara apa yang dikatakan dan diamalkan oleh orang tuanya akan berkembang menjadi anak yang tidak percaya pada nilai-nilai kebaikan.
Keuntungan Menyebutkan Dalil Dalam Mendidik Anak
1.         Membiasakan anak untuk mengikuti dalil, dan membiasakan anak untuk berfikir ilmiah, tidak sekedar ikut-ikutan, atau hanya ingin dilihat orang, atau malu dengan orang lain. Sehingga ia mengetahui bahwa setiap perbuatannya memiliki landasan yang kuat, bersumber dari Al Qur'an dan sunnah Rasulullah Shalallahu alaihi wasallam.
2.         Mengenalkan Allah dan rasulNya sekaligus menanamkan keimanan kepada Allah dan rasulNya, bahwa keduanya harus kita patuhi perintahnya dan kita jauhi larangannya
3.         Mendidik anak untuk mencintai Allah dan Rasul -shallallahu alaihi wasallam.
4.         Memacu orang tua terus  belajar baik dengan mencari maupun memahami dalil-dalil tersebut sebelum menyampaikannya kepada anaknya.
Wallahu a'lam bisshowab


Ayah Ibu, Didiklah Aku Seperti Sahabat

We Share Because We care

Dalam sebuah kelas di sebuah sekolah dasar, seorang guru bertanya kepada murid-muridnya: " Apa cita-cita kalian bila besar nanti?" Maka, seperti umumnya anak-anak, mereka menjawab ingin menjadi dokter, teknisi, polisi, dan jabatan-jabatan semisalnya, sampai pada seorang murid, ia berkata: aku ingin menjadi seperti sahabat nabi, karena ibuku selalu mengatakan bahwa merekalah orang-orang yang dicintai Allah dan RasulNya."
MasyaAllah!

Ayah dan ibu, pernahkah hal itu terbetik di benak anak-anak kita? Menjadi seperti sahabat nabi radhiyallahu anhum ajma'in. Atau, anak-anak kita lebih mengenal dan mengidolakan tokoh-tokoh non muslim, orang-orang fasik, atau malah tokoh-tokoh fiksi dan tidak mengenal nama-nama para sahabat Nabi mereka? Naudzbillah min dzalik. Bila demikian, maka janganlah mengeluh apabila kita melihat banyak anak-anak kaum muslimin yang sangat sulit menerima ajaran Islam, bahkan bangga dengan syiar-syiar kekafiran dan kefasikan, karena mereka telah mengambil panutan yang salah.
        Ayah ibu, tidakkah kita merindukan generasi-generasi cemerlang yang membawa kembali kebesaran nama Islam? Kalau begitu, marilah kita buka kembali lembaran sejarah paling gemilang dalam Islam, yaitu sejarah Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam  dan para shahabat beliau radhiyallahu 'anhum , sebagaimana sabda Rasulullah:“Sebaik-baik manusia ialah pada generasiku, kemudian generasi berikutnya, kemudian generasi berikutnya.” (Hadits shohih. Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 3651, dan Muslim, no. 2533). Bila kita buka sirah nabawiyah, kita akan temui bahwa sebagian besar sahabat nabi adalah pemuda, bahkan di antara mereka adalah anak-anak.
        Ayah ibu, mari kita baca dan kisahkan pada anak-anak kita tentang  Ali bin Abi Thalib. Orang pertama yang masuk Islam dari kalangan anak-anak, pada usianya  10 tahun. Usia yang sangat belia, tetapi Ali  telah mampu memilih jalan hidupnya sendiri, membedakan yang hak dari yang bathil, melawan tradisi kaum dan keluarganya, tanpa merasa minder karena usianya yang sangat muda. Bandingkan dengan sebagian besar anak-anak zaman ini yang hanya berfikir untuk bermain, sibuk dengan game, play station, atau tontonan hiburan semata. Betapa cerdasnya Ali kecil, yang telah memilih peribadahan kepada Allah semata dan mengambil Rasulullah sebagai teladannya, sementara lingkungannya adalah penyembah berhala dan penghalang dakwah Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam. Itulah Ali, yang selanjutnya menjadi pemuda gemilang dalam Islam dan dikabarkan oleh Rasulullah sebagai orang  yang mencintai Allah dan RasulNya dan dicintai oleh Allah dan RasulNya..

Atau mari kita kisahkan tentang kepahlawanan Usamah bin Zaid, pemuda kecintaaan Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam, yang telah dipercaya memimpin pasukan kaum muslimin memerangi pasukan Romawi, saat usianya masih 18 tahun! Sungguh prestasi yang luar biasa. Dan Usamah pun mampu membuktikan kepercayaan Rasulullah kepadanya dengan membawa kemenangan bagi kaum muslimin, tanpa ada satu korban pun dari kaum muslimin!

Atau tuturkan kepada anak-anak kita tentang Ibnu Abbas, yang dijuluki tintanya umat ini. Tahukah Anda, berapa usianya ketika menjadi sahabat nabi? Kurang dari 13 tahun! Dalam usia yang sangat belia itulah, Ibnu Abbas banyak mengambil hadist dan pelajaran dari Nabi, sehingga setelah Nabi wafat,  ia meriwayatkan sebanyak 1660 hadist dan menjadi periwayat hadist terbanyak kelima di antara sahabat nabi. Subhanallah! Remaja kecil dengan hati yang sadar, pikiran yang jernih, hafalan yang luar biasa, hujjah yang kuat, dan intuisi yang tajam, ditambah dengan doa Rasulullah untuknya:
«اللهم فقّهه في الدين، وعلّمه التأويل».
" Ya Allah pahamkanlah ia akan ilmu agama, dan ajarilah ia tafsir"

Ayah ibu, kisahkan pula tentang  keberanian para shahabat belia yang ingin menjadi syuhada..Ya, menjadi syuhada. Kata-kata yang mungkin tidak dikenal oleh sebagian besar remaja saat ini, apalagi untuk diimpikan. Tapi  itulah mereka.. Muadz bin Amr Bin Al Jumuuh dan  Muadz Bin Afra'. Dua remaja yang mengikuti perang Badr untuk membunuh Abu Jahal, sampai akhirnya keduanya berhasil membunuh Abu Jahal, fir'aun masa itu. Atau tentang Umair, saudara Sa'ad bin Abi Waqash. Berkata Sa'ad bin Abi Waqash radhiyallahu 'anhu; aku melihat saudaraku Umair bersembunyi di tengah pasukan (sebelum perang Badr), maka aku bertanya: "Ada apa denganmu? " Ia menjawab: "aku takut Rasulullah melihatku dan menolak aku ikut berperang , sedangkan aku ingin berperang, agar  Allah menjadikan aku syuhada'.  Ketika Umair dihadapkan pada Rasulullah, beliau  menolaknya karena usianya yang masih kecil, maka Umair pun menangis...

Atau bukalah kisah Zaid Bin Tsabit, yang ketika mendatangi bertemu Nabi usianya baru mencapai 11 tahun. Ketika itu,  ia telah menghafal 17 surat dalam Al-Qur'an.
Zaid adalah sekretaris bagi Rasulullah, Rasulullah meminta Zaid untuk belajar bahasa Yahudi untuk menuliskan surat-surat beliau kepada kaum Yahudi. Dalam usia yang sangat muda tersebut Zaid mampu menguasai bahasa Yahudi hanya dalam waktu 15 hari!  Setelah itu, Zaid radhiyallahu anhu selalu menuliskan surat dakwah untuk kaum yahudi sekaligus menerjemahkan balasan surat dari kaum yahudi tersebut untuk Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam . Zaid juga memiliki kemampuan menghafal dan menulis yang handal, sehingga ialah salah seorang sahabat yang berperan besar dalam pembukuan Al Qur'an.

Ayah Ibu,  tidakkah terketuk hati kita untuk menjadikan anak-anak kita seperti mereka? Generasi dengan akal yang jernih dan iman yang menancap kokoh di dada, melahirkan sederet sikap yang mulia, sangat jauh dari sikap hura-hura serta mengekor para pemuja dunia..
Tidakkah terketuk hati kita untuk menjadikan mereka panutan bagi putera-puteri kita, ketimbang tokoh-tokoh khayal dan para pelaku maksiat?
Karenanya, mari kita dekatkan generasi muda kita dengan para sahabat, jangan pernah enggan meluangkan waktu untuk membuka dan membacakan sejarah mereka. Didik anak-anak kita untuk mencontoh mereka, atau setidaknya mengenal dan mencintai mereka! 




Ummu Sholih, di Kota nabi

Yang Telah Banyak Ditinggalkan

We Share Because We care



Banyak ditemui di zaman ini..
·       Orang yang memamerkan ibadah-ibadahnya..
·       Penuntut ilmu yang membanggakan banyaknya kitab yang sudah dikaji..
·       Pengajar yang membanggakan banyaknya mad'u...
·       Orang kaya bersedekah dengan liputan media, sampai
·    Ibu rumah tangga yang setiap hari memajang foto masakan untuk memamerkan kepiawaiannya memasak

Itulah fenomena saat ini, didukung dengan perkembangan media terutama internet dan media sosial yang membuat banyak orang senang mempublikasikan setiap kegiatannya, kehebatannya, ibadahnya, kedermawanannya, sampai hal sekecil-kecilnya, untuk mencari ketenaran, komentar berupa dukungan, pujian, atau bahkan sekedar acungan jempol. Yang lebih mengherankan, sebagian orang bahkan mempublikasikan amalan yang sebenarnya jarang atau tidak ia lakukan! Na'udzubillah.
Bila kita membuka lembaran-lembaran sejarah para salaf, akan kita dapati kisah-kisah keikhlasan dan semangat menyembunyikan amalan mereka dari pandangan orang, yang akan membuat kita malu. Amalan mereka besar tapi mereka menyembunyikannya sedangkan amalan kita begitu kecil, tetapi kita memamerkannya. Amalan mereka begitu rapat tersimpan, tidak ada yang mengetahui kecuali Allah, diri mereka, terkadang sebagian orang terdekat mereka, bahkan beberapa di antaranya  tidak diketahui siapa pun dan baru terungkap setelah mereka wafat. Sungguh sesuatu yang langka dan telah banyak ditinggalkan di zaman ini.

Telah banyak ditinggalkan di zaman ini, menyembunyikan ibadah, seperti Abdurrahman Bin Abi Laila yang apabila ia sholat sunnah di rumahnya, kemudian merasa ada seseorang yang melihatnya maka ia membatalkan sholatnya dan segera berbaring di atas ranjangnya seakan-akan sedang tidur. Sampai orang yang melihatnya menyangka ia adalah orang yang banyak tidur. Tidak ada yang mengetahui bahwa sesungguhnya ia banyak mendirikan sholat sunnah. Atau, seperti Ibrahim An Nahkho'i yang menghabiskan waktunya untuk  membaca Al Qur'an, maka apabila ada seorang laki-laki masuk ke rumahnya ia segera menutupi mushaf dan berkata: "supaya ia tidak melihatku membaca mushaf setiap saat". Atau seperti  Daud Bin Abi Hind disebutkan bahwa ia telah berpuasa selama 40 tahun tanpa ada seorang pun dari keluarganya yang mengetahuinya, karena bila pagi hari ia berangkat bekerja, ia membawa bekal dari rumahnya, maka keluarganya menyangka ia tidak berpuasa, ketika di jalan ia menyedekahkan bekalnya, dan ketika pulang di penghujung hari, ia ikut makan malam bersama keluarganya. Atau kisah Ayyub As Sakhiitani rahimahullah yang mendirikan sholat sepanjang malam dan menyembunyikan nya, sehingga apabila bangun di pagi hari , ia mengeraskan suaranya seakan-akan baru saja bangun tidur.

Telah banyak ditinggalkan di zaman ini, menyembunyikan kekhusyu'an dan kezuhudan, seperti Abul Hasan Muhammad bin Aslam At Thowusi yang sering menangis ketika membaca Al Qur'an, maka setiap hendak keluar rumah ia selalu mencuci wajahnya untuk menghilangkan bekas menangis. Atau seperti Ibrahim Bin Adham, sebagaimana dikatakan oleh Ibnul Mubarok: "orang yang suka menyembunyikan amal, aku tidak pernah melihatnya mengeraskan tasbih, atau memperlihatkan amal sholih, dan tidaklah ia makan bersama dengan orang-orang kecuali ia yang terakhir mengangkat tangannya dari makanan, untuk menampakkan ia bukan termasuk orang yang zuhud. Atau sebagian salaf yang ketika tersentuh dengan makna ayat Al Qur'an atau hadist dan menangis ia akan berkata: "aku sedang sakit flu yang parah".

Telah banyak ditinggalkan di zaman ini, menyembunyikan sedekah, seperti Ali Bin Al Husein Zainal Abidin memanggul makanan dan kebutuhan orang-orang miskin Madinah  setiap malam di atas  punggungnya dan meletakkannya di depan pintu rumah mereka selama beberapa tahun, tanpa  ada seorang pun yang mengetahui . Ketika ia meninggal barulah orang-orang mengetahui hal  itu, karena terputuslah sedekah dan terdapat bekas kehitaman pada punggungnya.

Telah banyak ditinggalkan di zaman ini, menuliskan ilmu tanpa berharap dikenal manusia, seperti Imam Al Mawardi, pengarang kitab-kitab tafsir, fiqh dan lainnya. Selama hidupnya beliau tidak pernah menunjukkan kitab karangannya pada siapa pun, sampai ketika beliau merasa ajal sudah dekat, beliau memanggil orang kepercayaannya dan berkata: "Sesungguhnya kitab-kitab di rumah fulan adalah tulisanku, maka apabila telah tiba sakratul maut, genggamlah tanganku, apabila tangan ini menggenggam tanganmu, berarti amalku itu tidak diterima sedikit pun, maka buanglah seluruh kitabku ke sungai pada malam hari, tetapi apabila tangan ini terbuka, berarti amalanku diterima. Maka ketika ia wafat ternyata tangannya terbuka, dan tersebarlah kitab-kitab beliau sejak saat itu. Atau Imam Syafi'i yang berkata "saya ingin orang-orang mengambil ilmuku, tanpa menisbatkannya kepadaku".

Itulah sekelumit gambaran salaf dalam menyembunyikan amal mereka untuk menjaga niat, karena mereka adalah orang-orang yang paling sadar bahwa tidaklah berharga suatu amal tanpa niat yang ikhlas, sehingga mereka sangat berhati-hati dari segala hal yang dapat merusaknya, salah satunya adalah pujian dan pandangan manusia. Pujian dan ketenaran adalah sesuatu yang mereka jauhi dan benci, bahkan dianggap sebagi musibah. Berkata Ibrahim Bin Adham: "tidaklah jujur kepada Allah, hamba yang menyukai ketenaran". Sedangkan Basyar Bin Al Harits berkata : "tidak akan merasakan kenikmatan akhirat seorang yang suka dikenal oleh manusia". Tak heran, apabila Allah lah yang membalas keikhlasan mereka dengan pahala yang sempurna, dengan kecintaanNya, membanggakan mereka dan memberikan kenangan yang baik di antara manusia sesudahnya sampai zaman selanjutnya..




Mengenal Infeksi Nifas

We Share Because We care



Setelah 9 bulan menanti, akhirnya tibalah masa yang ditunggu-tunggu seorang ibu hamil, yaitu masa persalinan. Di sinilah perjuangan seorang ibu terasa lebih berat, dengan rasa sakit yang sangat ditambah kerja keras dalam mengejan. Akan tetapi perjuangan berat itu seakan berbuah manis ketika mendengar tangisan sang buah hati. Namun, ternyata tidak sampai di situ saja, seorang ibu masih harus mengalami masa-masa peralihan dari kondisi selama hamil, melahirkan hingga mengalami pulih seperti sedia kala. Masa ini disebut sebagai masa nifas. Definisi masa nifas adalah masa setelah keluarnya plasenta sampai alat-alat reproduksi pulih seperti sebelum hamil, secara normal masa nifas  berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari.
Pada masa nifas, seorang ibu akan mengalami beberapa perubahan pada organ-organ reproduksi, payudara, maupun secara emosi. Perubahan pada organ reproduksi meliputi:
§  Rahim
Rahim akan berkontraksi untuk mencegah perdarahan dan merapatkan dinding rahim sehingga ibu akan merasa mulas. Sesaat setelah melahirkan, rahim teraba keras setinggi 2 jari di bawah pusat, 2 pekan setelah melahirkan sudah tak teraba, dan setelah 6 pekan akan pulih seperti sebelum hamil. .
§  Jalan lahir
Jalan lahir mengalami penekanan dan peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan, sehingga menyebabkan kendurnya bahkan robekan organ2 ini  , yang insya Allah akan pulih setelah 2-3 pekan setelah persalinan.
§  Keluarnya darah nifas (Lochea)
Darah nifas yang keluar pada dua hari pertama berupa darah segar yang bercampur dengan ketuban, berikutnya berupa darah dan lendir, setelah satu pekan berangsur-angsur menjadi berwarna kuning kecoklatan, sampai akhirnya berupa cairan lendir keruh, dan diakhiri dengan lendir bening pada akhir masa nifas.
§  Payudara
Payudara akan membesar, menjadi keras, dan menghitam di sekitar puting susu, untuk mempersiapkan proses menyusui. Air susu yang mula-mula keluar adalah berwarna kuning keruh yang disebut kolostrum yang kaya akan antibody dan protein, dan sangat bermanfaat bagi bayi.
§  Sistem perkemihan
Pada awal nifas, biasanya ibu mengalami sulit buang air kecil karena penyempitan saluran kencing akibat penekanan kepala bayi saat proses melahirkan, dan karena kekhawatiran ibu terhadap nyeri pada jahitan.
§  Perubahan emosi
Ibu akan mengalami emosi yang berubah-ubah disebabkan beberapa faktor, antara lain perubahan hormon, keletihan ibu, kurangnya perngetahuan cara merawat bayi, dan lain-lain.

Pada masa nifas, terdapat ancaman infeksi yang harus diwaspadai  ibu. Infeksi nifas adalah kumpulan gejala penyakit yang terjadi setelah proses persalinan baik normal maupun operatif, atau selama proses menyusui. Infeksi ini rentan terjadi akibat kemungkinan masuknya kuman-kuman, baik dari luar ataupun dari dalam tubuh ibu melalui bekas2 luka pada organ reproduksi. Kemungkinan timbulnya penyakit diperbesar dengan adanya factor risiko berupa perdarahan, trauma pada persalinan, plasenta tertinggal di dalam, persalinan lama, dan gizi ibu yang kurang baik selama hamil.

Apa Saja Jenis Infeksi Nifas?
👌Endometritis
Jenis infeksi nifas tersering adalah endometritis atau infeksi lapisan dalam rahim .  Kuman  penyebab dapat berasal dari luar atau dalam sekitar rahim dan biasanya menyerang bekas menempelnya plasenta kemudian  dalam waktu singkat mengikutsertakan seluruh endometrium. Beberapa factor risiko terjadinya endometritis adalah ketuban pecah dini, pemeriksaan vagina berulang-ulang, anemia, dan higin yang kurang. Gejala endometritis adalah nyeri pada perut bawah, demam, nadi cepat, ukuran rahim tidak segera kembali seperti seharusnya, dan lokhea yang berbau sangat amis.
👌Infeksi pada bekas robekan jalan lahir, bekas episiotomy, atau luka operasi
Kejadian infeksi luka robekan atau bekas episiotomy ini sekitar 1 persen dari pasien yang melahirkan normal.  Penyebabnya adalah bakteri Staphylococus dan Streptococcus. Gejalanya adalah luka menjadi nyeri, merah dan bengkak akhirnya terbuka dan mengeluarkan nanah.
👌Infeksi jalan lahir
Bakteri penyebab infeksi jalan lahir biasanya bermacam-macam, seperti bakteri gram positif, clostridium, E. coli, dan bakteri gram positif cocci. Kemungkinan infeksi jalan lahir diperbesar pada  proses persalinan yang lama, penggunaan alat monitor internal, dan pemeriksaan dalam yang berulang-ulang.
👌Mastitis
Dalam masa nifas dapat terjadi infeksi dan peradangan pada payudara terutama pada ibu baru. Tanda-tanda adanya infeksi adalah rasa panas dingin disertai dengan kenaikan suhu, penderita merasa lesu dan tidak ada nafsu makan. Penyebab infeksi adalah staphilococcus aureus. Gejala mastitis adalah payudara membesar dan nyeri, biasanya satu sisi, kulit merah, membengkak sedikit, serta nyeri jika diraba. Mastitis yang tidak diobati dapat berkembang menjadi nanah.

Bagaimana Pencegahan dan Penanganan Infeksi Nifas?                 
Infeksi nifas, insyaAllah dapat dicegah dengan menjaga kebersihan diri ibu setelah persalinan. Beberapa cara menjaga kebersihan diri adalah: menjaga kebersihan seluruh tubuh, membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan air, membersihkan daerah di sekitar kemaluan terlebih   dahulu, dari depan ke belakang, baru kemudian membersihkan daerah sekitar anus, membersihkan kemaluan setiap kali selesai buang air kecil atau besar, mengganti pembalut atau kain pembalut setidaknya dua kali sehari, mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelamin, dan jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, hindari menyentuh luka.
Selain itu, ibu yang baru melahirkan juga harus memulihkan kondisi tubuhnya secara umum dengan istirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan, kembali ke kegiatan-kegiatan rumah tangga secara perlahan-lahan, mengonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari, makan dengan diet seimbang untuk mendapatkan protein, mineral, dan vitamin yang cukup, dan minum sedikitnya 3 liter air setiap hari (minum setiap kali menyusui). Apabila ibu merasakan gejala-gejala infeksi, ibu dapat mengkonsumsi obat penurun demam seperti parasetamol, mengompres daerah infeksi, serta menjaga daerah luka tetap bersih dan kering. Apabila gejala tidak membaik, sebaiknya segera konsultasikan dengan tenaga medis, untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan yang lebih tepat. Jangan pernah merasa repot dan berat untuk menjaga kesehatan diri sendiri, karena hanya ibu yang sehat dan bahagia yang dapat memberikan yang terbaik untuk sang buah hati.


Artikel Terbaru

Fiqih Muyassar : SUJUD TILAWAH DAN SUJUD SYUKUR

We Share Because We care Ringkasan Materi Kajian Ummahaat dari Kitab Fikih Muyassar Disampaikan oleh Ust. Rizqo, B.A. di Ma’had Madinat...