Dan Aku Bersegera Kepada Mu Wahai Rabb Ku Supaya Engkau Ridho

We share because  We care
Saudaraku, di saat kita mendengar adzan,
Apakah hati kita tergetar dan ingin segera menghadap  Ar Rahman?
Apakah langkah kita ingin berlari meninggalkan semua kesibukan?

Atau ketika kita mendengar tentang keagungan Al Qur’an,
Apakah tangan dan kaki kita tergerak untuk segera meraih dan membaca Kalam Al Mannaan?

Dan ketika kita telah mengilmui suatu kewajiban atau anjuran,
Apakah hati kita bergejolak untuk segera mengamalkan?

Bila iya, bersyukurlah… berarti Anda termasuk orang yang mendapat hidayah untuk bersegera dalam kebaikan…

Tetapi bila Anda masih mengacuhkan panggilan adzan,
Memilih tenggelam dalam kesibukan,
Dan lalai dari ketaatan…

Ketahuilah bahwa Allah telah berfirman:

وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang bertakwa.” (Ali Imran: 133).

Dia juga telah mengabadikan contoh teladan, tentang sifat para Rasul yang bersegera dalam kebaikan.. 
Salah satunya adalah kisah Nabiyullah Musa ‘alaihis salam..

Ketika Allah memerintahkan Nabi Musa untuk memilih 70 orang terbaik di antara Bani Israil, kemudian Ia memanggil mereka agar menghadapNya untuk bermunajat dan menerima Taurat, maka Nabi Musa bersegera memenuhi panggilanNya. Karena cinta dan rindunya kepada RabbNya, Nabi Musa meninggalkan kaumnya di belakang. Maka, ketika telah sampai, Allah berfirman kepadanya:

وَمَا اَعْجَلَكَ عَنْ قَوْمِكَ يَا مُوسَى  ِ قَالَ هُمْ أُلئِي عَلَى أَثَرِي وَ عَجِلْتُ إِلَيْكَ رَبِّ لِتَرْضَى
“ Mengapa engkau datang lebih cepat dari kaummu wahai Musa?” Musa menjawab: “ mereka sedang menyusul aku dan aku bersegera kepada Mu, wahai Rabb ku agar Engkau ridha kepadaku” (Thaha: 83-84)

Betapa indah jawaban itu, ketika seorang hamba mempercepat langkahnya dalam memenuhi seruan Rabbnya, untuk mengharapkan keridhoanNya. Bukti pengagungan dan kecintaan pada Rabb yang telah memberikan berjuta kenikmatan kepadanya, yang lebih berhak diagungkan dan dirindukan daripada siapa saja di dunia.

Seandainya seorang hamba mengetahui kebesaran Allah, tentu ia akan bersegera dalam memenuhi seruanNya, seperti halnya Nabi Musa ‘alaihis salam.

Kisah dalam Al Qur’an bukanlah khayalan yang mustahil diamalkan, semua bisa terwujud bila ada azzam kuat dengan mengharap pertolonganNya. Selalu ada contoh yang dekat untuk kita jadikan teladan.

Simaklah kisah ini…
            Dia adalah wanita yang bersegera dalam menuju keridhaan RabbNya. Setiap mendengar adzan, ia bersegera meninggalkan aktivitasnya untuk berwudhu dan menjalankan sholat. Suatu hari, ia mendapat telfon dari suaminya yang ingin dibuatkan waraqah inab (makanan berupa nasi yang dibungkus daun anggur kemudian direbus), dan menyuruhnya untuk segera membuatnya agar ketika suaminya datang, hidangan itu masih hangat. Ia pun segera mempersiapkan masakan permintaan sang suami, tetapi, ketika tersisa 3 daun anggur lagi, adzan ashar berkumandang, maka ia pun segera meninggalkan pekerjaannya untuk menjalankan sholat. Beberapa waktu kemudian, sang suami sampai di rumah, dan menjadi marah ketika mengetahui bahwa makanan pesanannya belum siap. Suami itu  pun segera mencari istrinya untuk menegurnya, tetapi, ketika memasuki ke kamar, ia menemukan istrinya tersebut telah meninggal dalam keadaan sujud!
Lihatlah bagaimana balasan Allah terhadap orang-orang yang bersegera menjawab panggilanNya! Seandainya wanita itu menunda-nunda sholat dan mengutamakan urusan dapurnya, mungkin ia ditemukan meninggal di dapurnya! Akan tetapi, ketika ia mengutamakan Allah atas segala urusannya, Allah memuliakan dia pada akhir hayatnya.

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, pun telah memerintahkan kita untuk bersegera dalam ketaaatan.  Dalam hadist shohih riwayat Muslim, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwasannya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
بادِرُوا بالأعمال فِتَنًا كقطع الليل المظلم؛ يُصبِح الرجل مؤمنًا ويُمسِي كافرًا، أو يُمسِي مؤمنًا ويُصبِح كافرًا، يبيع دينه بعَرَضٍ من الدنيا 
Artinya: “Bersegeralah kalian mengerjakan amal-amal shalih, sebelum datangnya gelombang fitnah yang ciri khasnya seperti tumpukan malam yang gelap gulita tanpa cahaya bulan,dahsyatnya gelombang fitnah tersebut mengakibatkan seseorang yang paginya masih dalam keadaan beriman ,sorenya sudah dalam keadaan kufur (baik kufur akbar maupun ashghar-pent) atau sorenya Mukmin ,pagi harinya kufur,dia menjual agamanya dengan secuil dari perhiasan dunia”. (Shohih Muslim 72/ 118).

Wahai hamba Allah yang merindukan surga yang penuh kenikmatan,
Berhentilah sejenak dari kesibukan dunia yang fana dan melalaikan
Dan bersegeralah untuk mencari keridhaan Ar Rahmaan,
sebelum datang kematian pemutus amal dan harapan
           


Ummu Sholeh

Cukuplah Allah Sebagai Saksi

We Share Because We care

Saat itu malam telah larut, para penduduk Madinah telah tertidur dengan lelapnya. Tak ada yang mengetahui, seorang laki-laki memanggul bahan makanan, berkeliling dari rumah ke rumah para fuqoro’ kota Madinah. Memanggul sendiri bahan makanan di pundaknya. Ketika pagi tiba, penduduk Madinah mendapati bahan makanan telah tersedia di depan pintu rumahnya, tanpa tahu siapa yang membawanya untuk mereka. Hal itu berlangsung selama 10 tahun. Akhirnya, ketika Husein bin Ali bin Hasan bin Ali bin Abi thalib (Zainal Abidin) meninggal, penduduk Madinah kehilangan hal tersebut, dan mereka baru mengetahui, siapakah yang telah mengantarkan bahan makanan kepada mereka dengan sembunyi-sembunyi selama 10 tahun, karena ketika mereka memandikan jenazahnya, terlihatlah bekas hitam dan luka bekas panggulan di punggungnya.
◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙ ◙

Mungkin kita telah sering mendengar kisah di atas, atau kisah-kisah semisalnya. Kisah-kisah tentang gambaran keikhlasan yang tulus, tanpa mau tercampur kesyirikan sekecil apa pun. Keikhlasan dari orang-orang yang sangat  mengenal kedudukan RabbNya, menyadari bahwa hanya Ialah Pemilik pahala dan surga, dan menyadari bahwa segala sesuatu yang diberikan oleh  hamba, siapa pun ia, sejatinya tak berharga, sehingga mereka tidak membutuhkan manusia sebagai saksi amal-amal sholih mereka.

Mungkin kita telah sering membaca, bahwa salah satu cara menjaga keikhlasan amal adalah dengan menyembunyikannya, karena keikhlasan ternyata tidak hanya diperlukan sebelum dan saat beramal saja, tetapi juga setelahnya. Basyr bin Al Harits berkata, “Janganlah engkau beramal agar engkau disebut-sebut, sembunyikanlah kebaikanmu sebagaimana engkau menyembunyikan keburukanmu.”

Mungkin kita telah mengetahui hal itu. Akan tetapi, syeitan memang tak pernah putus asa untuk merusak pahala amalan kita, agar kita tidak sadar bahwa amal sholih yang kita lakukan akhirnya hanya menjadi debu yang beterbangan, sia-sia tanpa berbuah pahala, bahkan sebaliknya berbuah dosa dan siksa. Tidakkah kita ingat hadist Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam tentang tiga orang yang pertama disiksa di neraka? Mereka adalah mujahid, orang kaya yang gemar berinfak, dan penghafal Al Qur’an, tetapi mereka lakukan semua itu hanya karena mencari sanjungan manusia.

Mungkin kita beralasan bukan menginginkan pujian, tapi kita ingin menjadi teladan, agar menginspirasi banyak orang, sehingga kita menampakkan kebaikan kita. Namun, tidak sadarkah kita, bahwa kita sedang membuka celah bagi syeitan untuk menyeret kita ke lembah ujub dan riya’? Banggakah kita bila kita mendapatkan komentar positif atau acungan jempol dari banyak orang? Atau kecewakah kita bila orang-orang seakan tak peduli dengan amal kita? Bila iya, hati-hatilah, mungkin kita telah masuk perangkap syeitan.
Bila kita mau jujur, telah banyak teladan dari pendahulu-pendahulu kita yang lebih hebat dari kita, teladan-teladan yang lebih mengsinspirasi daripada amal kita. Karena itu, biarlah manusia membuka lembaran-lembaran sejarah yang telah terukir dengan tinta emas itu, karena pelakunya telah tiada dan selamat dari ujub dan riya’, sebaliknya tutuplah rapat amal-amal kita, karena tak ada yang menjamin kita selamat dari ujub dan riya’.

Mungkin kita beralasan, kita beramal bukan mencari sanjungan, tapi sekedar pengakuan. Pengakuan dari orang-orang bahwa kita adalah orang yang pintar nan hebat. Tak afdhol rasanya bila orang-orang tak mengetahui amal baik kita. Subhanallah! Betapa banyak orang yang melakukan amalan yang lebih hebat daripada kita, tetapi mereka selalu takut amalan mereka tidak diterima. Allah mengabarkan dalam Al Qur’an:
وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ
Dan orang-orang yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut, (karena mereka tahu bahwa) Sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka.” (QS. Al Mu’minun: 60)
Sa’id bin Jubair berkata, “Ada orang yang masuk surga karena perbuatan maksiat dan ada orang yang masuk neraka karena amal kebaikannya”. Ditanyakan kepadanya “Bagaimana hal itu bisa terjadi?” Beliau menjawab, “seseorang melakukan perbuatan maksiat, ia pun senantiasa takut terhadap adzab Allah akibat perbuatan maksiat tersebut, maka ia pun bertemu Allah dan Allah pun mengampuni dosanya karena rasa takutnya itu, sedangkan ada seseorang yang dia beramal kebaikan, ia pun senantiasa bangga terhadap amalnya tersebut, maka ia pun bertemu Allah dalam keadaan demikian, maka Allah pun memasukkannya ke dalam neraka.

            Memang, menjadi orang yang ikhlas sangatlah berat. Bahkan, ulama sekaliber  Sufyan Ats Tsauri pun berkata: “Sesuatu yang paling sulit bagiku untuk aku luruskan adalah niatku, karena begitu seringnya ia berubah-ubah.” Namun, dengan menyembunyikan amal akan membantu kita menjaga keikhlasan.

Memang, menyembunyikan amal juga tak semudah mengatakan atau menuliskannya, tetapi membutuhkan azzam yang kuat dan pembiasaan. Selalu akan ada bisikan syetan untuk mengekspos kebaikan kita dihadapan orang lain. Maka, setiap kita melakukan amal kebaikan, tanamkan dalam hati, bahwa Allah sajalah Pemilik kemuliaan dan balasan. Dan bila bisikan syetan mulai menghampiri, katakan dengan penuh keyakinan di dalam hati: “Cukuplah Allah sebagai saksi!”


Ummu Sholih @Madinatul Qur’an
   




Buah Ucapan Yang Baik

We Share Because We care

 Konon, Thomas Alfa Edison adalah anak yang bodoh, sehingga ia dikeluarkan dari sekolah. Gurunya mengirimkan surat untuk ibunya, agar ia tidak datang lagi ke sekolah. Ketika sang ibu membaca surat itu, ia membacakannya dengan keras di depan putranya: "anak ibu terlalu pintar, dan sekolah ini terlalu sederhana untuknya". Sejak itu, sang ibu mengajari sendiri putranya, sehingga ia menjadi orang besar yang kita kenal sampai saat ini. Setelah sang ibu meninggal, Thomas Alfa Edison membuka laci ibunya, dan ia menangis sejadi-jadinya ketika membaca surat yang pernah dikirimkan gurunya sewaktu ia masih kecil, yang ternyata berbunyi: "anak Anda adalah orang gila, dan kami tidak mau ia datang ke sekolah ini lagi selama-lamanya."

          Pelajaran berharga yang dapat kita ambil dari kisah tersebut adalah betapa sebuah kalimat dapat memberikan perubahan yang drastis pada seseorang. Seandainya ibu itu turut mencela dan mencaci anaknya seperti yang dilakukan gurunya, apakah jadinya anak tersebut? Akan tetapi, ia telah mengubah kalimat-kalimat negatif menjadi kalimat yang memotivasi sang anak.

           Itu adalah sebuah kisah dari seorang yang tidak mendapatkan hidayah Islam, boleh saja kita mengagumi dan mengambil hikmah dari kisah tersebut, tetapi, seandainya kita mau mempelajari agama kita, ternyata ada banyak sekali anjuran dan perintah untuk berkata baik dan meninggalkan perkataan buruk, seperti dalam hadist dan ayat berikut:

·         Ucapan yang baik mendatangkan keridhoan Allah dan mengangkat derajat hamba di hadapan Allah. Dalam shohih Bukhari, Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda:
 «إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ اللَّهِ لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا يَرْفَعُهُ اللَّهُ بِهَا دَرَجَاتٍ، وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ مِنْ سَخَطِ اللَّهِ لَا يُلْقِي لَهَا بَالًا يَهْوِي بِهَا فِي جَهَنَّمَ».
"Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan sebuah kalimat yang diridhoi oleh Allah, tanpa ia sadari, sehingga Allah angkat derajatnya (di surga), dan sesungguhnya seorang hamba mengucapkan sebuah kalimat yang dimurkai Allah, tanpa ia sadari, maka Allah menjatuhkannya ke dalam neraka jahannam."

·         Ucapan yang baik adalah shadaqah. Rasulullah  bersabda dalam hadis muttafaqun alaih:
وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ
Artinya: " Ucapan yang baik adalah shadaqah".

·         Ucapan yang baik merupakan tanda keimanan.  Beliau shalallahu alaihi wa sallam bersabda yang artinya: "Barangiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia mengatakan yang baik-baik atau diam.."

·         Ucapan yang baik menghalangi masuknya bisikan syetan ke dalam hati manusia. Orang yang berjihad untuk senantiasa berkata baik dan menahan dirinya dari perkataan buruk akan lebih sulit dihasut oleh syetan. Allah berfirman dalam surat Al Isra": 53
{وَقُلْ لِعِبَادِي يَقُولُوا الَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْزَغُ بَيْنَهُمْ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلإِنْسَانِ عَدُوًّا مُبِينًا}]
“Dan katakanlah kepada para hamba-Ku hendaknya mereka mengatakan perkataan yang lebih baik, sesungguhnya syaithan itu melakukan hasutan di antara mereka. Sesungguhnya syaithan adalah musuh yang nyata bagi manusia.”

·         Ucapan yang baik merupakan sebab ampunan.
قال صلى الله عليه وسلم: «إِنَّ مِنْ مُوجِبَاتِ الْمَغْفِرَةِ بَذْلُ السَّلامِ، وَحُسْنُ الْكَلامِ»
"Sesungguhnya yang menyebabkan ampunan adalah menyebarkan salam dan memperbagus ucapan."

·         Ucapan yang baik sebab keselamatan dari api neraka.
Dalam suatu hadis disebutkan bahwa Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam menggambarkan keadaan neraka seakan-akan beliau sedang melihatnya, kemudian beliau berkata: "Takutlah kalian kepada neraka, walaupun hanya dengan sebutir kurma, dan barangsiapa yang tidak mendapati (kurma) maka dengan ucapan yang baik".

·         Ucapan yang baik sebab dimasukkan ke dalam surga
Dari Ali radhiyallahu anhu beliau berkata: "berkata Nabi shalallahu alaihi wa sallam: "sesungguhnya di dalam surga ada sebuah kamar yang bagian luarnya tampak dari dalamnya, dan bagian dalamnya tampak dari luarnya, maka bertanyalah seorang arab badui: "untuk siapakah itu ya Rasulullah? Rasul menjawab: untuk orang yang memperbaiki ucapan, memberi makan orang lain, rajin berpuasa, dan sholat malam ketika manusia sedang tidur. "

            Berkata baik juga merupakan tradisi para salaafus sholih, diantaranya kisah Rabi' bin Hasyim. Berkata Ibrahim At Taimiy: "telah mengabarkan kepadaku orang yang menemani Rabi' bin Hasyim selama 20 tahun, tidaklah ia mendengar darinya satu kalimat celaan. Kemudian dikatakan kepada Rabi' : "mengapa kamu tidak pernah mencela orang?" Ia menjawab: Demi Allah, mengapa aku mencela orang lain sedangkan aku terkadang tidak ridho terjadap diriku sendiri? Sesungguhnya kebanyakan orang takut adzab Allah karena dosa-dosa yang dilakukan orang lain, tetapi merasa aman dari dosa-dosa mereka sendiri".

            Karenanya, marilah kita berjihad untuk selalu menjaga lisan kita, mengarahkannya pada hal-hal yang baik, dan menahannya dari ucapan-ucapan buruk. Mulai sekarang, kurangilah kalimat-kalimat celaan, umpatan, sindiran, dan makian baik kepada teman, bawahan, bahkan pada anak-anak kita. Cukuplah hadist berikut menjadi pengingat bagi kita:
لَيْسَ الْمُؤْمِنُ بِالطَّعَّانِ، وَلَا اللَّعَّانِ، وَلَا الْفَاحِشِ، وَلَا الْبَذِيءِ
"Bukanlah golongan orang yang beriman orang yang banyak mencela, melaknat, berkata cabul, dan berkata tidak sopan".



Bila Sifat Iblis Ada Padaku

We Share Because We care


           Iblis... Ketika mendengar namanya, terbayang di benak kita makhluk yang mengerikan, sangat buruk, jahat, dengan berbagai sifat tercela yang membuat kita lari darinya. Seorang muslim yang berakal tentu berusaha menjauh dari Iblis dan sangat takut terkena godaan dan tipu dayanya. Akan tetapi, sadarkah kita bahwa ada sifat Iblis yang ternyata terkadang bahkan sering menjangkiti diri kita sebagai seorang muslim, bahkan seorang tholibul ilmi, bahkan seorang ustadz sekalipun? Sifat yang sangat tercela, dan menyebabkan ia terlaknat sejak Nabi Adam 'alaihi salam diciptakan sampai hari kiamat kelak.. Ya itulah sifat takabbur atau sombong.

        Sifat takabur adalah sifat warisan Iblis, karena Iblis lah yang pertama kali berakhlak dengan sifat ini. Allah mengabarkan kepada kita tentang sifat Iblis ini dalam beberapa ayat Al Qur'an, diantaranya:
قالَ تعالى : " وَلَقَدْ خَلَقْنَاكُمْ ثُمَّ صَوَّرْنَاكُمْ ثُمَّ قُلْنَا لِلْمَلَائِكَةِ اسْجُدُوا لِآدَمَ فَسَجَدُوا إِلَّا إِبْلِيسَ لَمْ يَكُنْ مِنَ السَّاجِدِينَ * قَالَ مَا مَنَعَكَ أَلَّا تَسْجُدَ إِذْ أَمَرْتُكَ قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ " [ الأعراف : 11 - 12 ] .
Artinya: Dan sesungguhnya Kami telah menciptakanmu, kemudian Kami membentuk (tubuhmu), kemudian Kami berfirman kepada para malaikat: "sujudlah kalian kepada Adam", maka mereka sujud, kecuali Iblis, dia tidak termasuk mereka yang bersujud. (Allah) berkata: "Wahai Iblis, apa yang menghalangimu untuk sujud ketika Aku perintahkan?" Iblis menjawab: "aku lebih baik dari dia (Adam), Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan Engkau ciptakan ia (Adam) dari tanah". (Al A'raf: 11-12)

           Maka marilah kita perhatikan satu kalimat yang Iblis ucapkan: "Aku lebih baik daripada dia..", kalimat yang lahir dari sifat sombong, kalimat yang menyebabkan murka Allah, kalimat yang menyebabkan Iblis terlaknat selama-lamanya,  kalimat yang  menyebabkan hilangnya kenikmatan surga yang semula ia rasakan dan berganti dengan ancaman siksa api neraka yang kekal abadi, kalimat yang menyebabkan jatuhnya kedudukannya yang semula mulia bersama para malaikat, menjadi sangat hina dan rendah di dalam Jahannam...

        Betapa seringnya perasaan lebih baik dari orang lain ini menjangkiti kita. Terkadang seorang yang memiliki harta yang banyak merasa lebih mulia dari pada yang berharta pas-pas an, terkadang seorang yang cantik atau tampan merasa lebih baik daripada orang yang diberi kekurangan fisik, terkadang seorang yang berilmu meremehkan orang dengan pendidikan rendah, terkadang seorang yang memiliki nasab yang terhormat memandang hina orang biasa, bahkan terkadang orang yang telah mempelajari sunnah meremehkan orang belum dibukakan hatinya untuk belajar ilmu agama! Subhanallah.. Ternyata perasaan seperti itu adalah hal yang harus dihilangkan dari dalam dada-dada kita, seorang muslim.  Namun, bila sifat ini terlanjur ada pada kita, bagaimana kita mengusirnya?

·       Menyadari bahwa sombong hanyalah hak Allah semata. Sementara makhluk tidak berhak menyamai Allah dalam sifat ini. Dalam sebuah hadist dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda: "Kemuliaan adalah kain Allah dan kesombongan adalah selendang Allah, barangsiapa yang mencopot selendangKu, maka akan Aku adzab (riwayat Bukhari dan Muslim). Imam nawawi berkata: makna mencopot selendangku adalah berakhlak dengan kesombongan tersebut.
·       Merenungkan sirah nabawiyah, seandainya manusia berhak untuk sombong, maka beliau shalallahu alaihi wa sallam lah yang paling berhak untuk memiliki sifat ini karena beliau adalah makhluk yang terbaik, akan tetapi beliau adalah manusia yang paling tawadhu'.
·       Mengingat ancaman dan balasan bagi  orang yang sombong di hari kiamat nanti. Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam bersabda dalam hadist dari Abdullah Ibnu Mas'ud: "tidak masuk surga orang yang di dalam hatinya terdapat kesombongan sebesar dzarrah (biji sawi). Seorang sahabat berkata: "Bagaimana dengan seseorang yang menyukai pakaian yang indah dan sandal yang bagus?". Rasullullah menjawab: "sesungguhnya Allah itu indah dan menyukai keindahan, (tetapi) sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia (Riwayat Muslim). Dalam hadist yang lain, Abdullah Ibnu Umar radhiyallahu anhuma berkata: "berkata Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam: "Barangsiapa yang menyeret tsaubnya (jubahnya) karena sombong, Allah tidak akan melihatnya pada hari kiamat. (Riwayat Bukhari)
·       Menyadari bahwa orang yang sombong akan dibenci dan ditinggalkan oleh manusia, karena tidak ada orang yang rela direndahkan dan diremehkan oleh orang lain.

      Akhirnya, mari kita renungkan sebuah kisah seorang yang sombong dan Malik Bin Dinar. Seorang yang sombong berjalan di hadapan Malik Bin Dinar, dan ia menampakkan kesombongan melalui cara berjalannya, maka Malik Bin Dinar menegurnya :"apakah kamu tahu bahwa cara berjalan seperti ini dibenci Allah?" Orang itu menjawab: "apa kamu tidak mengenalku?" maka Malik Bin Dinar menjawab: " Tentu, (engkau adalah) yang awalnya berasal dari air mani yang hina, dan akhirmu adalah bangkai yang kotor, sedangkan sekarang ini engkau adalah pembawa kotoran". Maka orang sombong tersebut tersadar dan berkata: "engkau telah membuatku mengenal diriku".

           Maka, wahai kita yang sedang merasa bangga dengan diri kita sendiri, ingatlah bahwa setinggi apapun kedudukan kita, semulia apapun nasab kita, sebanyak apa pun harta kita, sebaik apa pun rupa kita, akhir kita adalah kematian, dan pakaian kita adalah kain kafan, sedangkan rumah kita adalah kuburan, maka apakah lagi yang akan kita sombongkan setelahnya?




Qana'ah: Simpanan yang tak akan habis

Nak, Pakaikan Aku Jubah Kemuliaan di Surga

We Share Because We care


       Pernahkah anak Anda memenangkan suatu perlombaan? Bagaimana perasaan Anda sebagai orang tua ketika itu? Terlebih lagi bila panitia turut memanggil anda dan memberikan penghormatan kepada Anda? Pasti anda sangat bahagia sekaligus  terharu, segala kesulitan dan kepenatan merawat dan mendidik anak seakan terbayar lunas saat itu juga. Sekarang, bayangkan apabila kebanggaan dan penghargaan itu anda rasakan hari kiamat, saat kebanyakan manusia sangat terhina , dan pemberi penghargaan itu adalah Allah 'Azza Wa Jalla. Rasulullah Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda:
Siapa yang membaca Al Quran, mempelajarinya, dan mengamalkannya, maka dipakaikan mahkota dari cahaya pada hari kiamat. Cahayanya seperti cahaya matahari dan kedua orang tuanya dipakaikan dua jubah (kemuliaan) yang tidak pernah didapatkan di dunia. Keduanya bertanya, ‘Mengapa kami dipakaikan jubah ini?’ Dijawab, ‘Karena kalian berdua memerintahkan anak kalian untuk mempelajari Al Quran.’ (Riwayat al-Hakim)

Mengapa Harus Sejak Anak-Anak?
Usia emas dalam menghafal Al Qur'an adalah usia 3-4 tahun atau mungkin kurang karena beberapa alasan:
·         Pada usia ini anak memiliki kemampuan meniru yang sangat baik, baik dari yang dilihat atau di dengar.
·         Belajar dimasa kecil seperti mengukir di atas batu sedangkan belajar di masa tua seperti mengukir di atas air.
·         Al Qur'an dapat dilupakan dengan sebab dosa, sedangkan anak-anak belum berdosa sehingga akan mudah menghafal dan juga tidak mudah lupa, biidznillah.

Beberapa Tahapan dan Cara Agar Anak Mudah Menghafal Al Qur'an:
·         Niatkan dan berdoa kepada Allah untuk memiliki anak yang sholih sekaligus penghafal Al Qur'an. Hilangkan niat-niat duniawi seperti untuk berbangga bangga, atau sekedar agar mendapatkan ijazah dan pangkat.
·         Memulai memperdengarkan bacaan Al Qur'an sejak anak dalam kandungan, baik dengan memperbanyak membaca dengan suara keras atau memperbanyak menyetel kaset murottal, karena banyak sekali penelitian yang menunjukkan bahwa janin sangat terpengaruh oleh apa yang ia dengar, terutama dari ibunya.
·         Masuklah ke dunia anak-anak dan sebisa mungkin menghindari perintah langsung, karena anak belum memiliki kesadaran sendiri. Ajaklah dengan kata-kata yang menariknya untuk menghafal. Ikutlah bermain bersamanya sambil mentalqinkan alquran.
·         Sebelum memulai menghafal, buatlah ikatan yang erat antara orang tua dan anak atas dasar kasih sayang, cinta dan pergaulan yang hangat. Sehingga anak pun mencintai menghafal Al Qur'an dan bukan karena takut atau terpaksa.
·         Memperlakukan anak sesuai tabiatnya, misalnya anak yang menyukai permainan bongkar pasang orang tua dapat menempelkan susunan beberapa ayat pendek pada mainannya dan memintanya mengurutkan ayat, anak yang suka mendengarkan kaset orang tua dapat menyetelkan kaset atau perangkat HP di sampingnya sembari ia bermain, atau anak yang menyukai cerita orang tua dapat memulai hafalan dengan membacakan sebagian kisah yang terkandung dalam surat yang akan dihafal.
·         Memahami apa yang paling menarik bagi anaknya sehingga bisa mengambil perhatiannya
·         Membuat waktu-waktu dan tempat khusus untuk menghafal Al Qur'an dan menjauhkan segala hal yang dapat mengganggu suasana hafalan dan membuat jadwal harian yang ditepati bersama-sama, walaupun hanya sebentar.
·         Memberikan hadiah bagi anak bila ia memiliki kemajuan dan prestasi dalam menghafal, karena anak pada asalnya sangat menyukai hadiah dan bertambah semangat dengan hadiah. Bahkan ini merupaan salah satu ushlub dalam Al Quran. Allah Taala berfirman: (لِّلَّذِينَ أَحْسَنُواْ الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ) [يونس: 26].
·         Bagi anak-anak yang sudah lebih besar, berikan sedikit penjelasan tentang ayat yang sedang atau akan dihafal, karena akan memudahkan ia mengingat.
·         Mengajak anak berlomba baik dengan saudaranya ataupun dengan temannya.
·         Memberikannya mushaf pribadi untuknya, dan melatihnya untuk menjaga dan menyimpannya dengan baik. Karena anak akan merasa senang dengan barang-barang pribadinya.
·         Mengulang-ulang hafalan setidaknya 5 kali dan tidak berpindah sampai benar-benar hafal, sehingga tidak mudah lupa.
·         Menggunakan kemampuan indera anak secara maksimal, baik itu kemampuan auditoris, visual, dan motorik. Dan yang paling berperan  dalam hafalan adalah kemampuan visual, karena berperan sebanyak 78% dalam memperkuat hafalan.
·         Sesekali, bacakan kisah tentang para penghafal belia, seperti Ibnu Abbas , atau Abdullah Ibnu Mas'ud yang dipuji oleh Rasulullah shalallahu alaihi wa sallam : Barangsiapa yang ingin  membaca Al Qur'an sebagaimana yang Allah turunkan kepada Muhammad maka ambillah bacan Abdullah ibnu Mas'ud.
·         Jeli dengan keadaan fisik anak ketika ia sedang tidak bersemangat menghafal. Jangan langsung menghakimi dengan kata-kata malas, karena mungkin ia sedang sakit atau terlalu lelah
·         Berlaku lembut pada anak bila ia sedang ada hambatan dalam menghafal, dan tidak menghukum dengan kekerasan. Sebagaimana sabda Nabi shalallahu alaihi wa sallam yang artinya : Tidaklan kelembutan itu ada pada sesuatu kecuali akan menghiasnya, dan tidaklan ia dicabut dari suatu perkara kecuali akan merusaknya
                                           
          Orang tua harus menyadari keutamaan penghafal Al Qur'an dan orang tua penghafal Al Qur'an, sehingga tidak kendor semangatnya ketika menghadapi kesulitan dalam mendidik anak-anaknya. Bersikap konsisten, disiplin, sabar, cerdik, sekaligus tegas, sangat diperlukan ketika kita ingin anak kita menghafal Al Qur'an sejak dini. Dan, satu hal yang tidak boleh kita lupakan adalah doa orang tua yang tulus dari hati kepada Allah yang Maha Pembuka agar anak-anak kita diberi kemudahan menghafal Al Qur'an

Artikel Terbaru

Fiqih Muyassar : SUJUD TILAWAH DAN SUJUD SYUKUR

We Share Because We care Ringkasan Materi Kajian Ummahaat dari Kitab Fikih Muyassar Disampaikan oleh Ust. Rizqo, B.A. di Ma’had Madinat...