Banyak ditemui di zaman ini..
·
Orang
yang memamerkan ibadah-ibadahnya..
·
Penuntut
ilmu yang membanggakan banyaknya kitab yang sudah dikaji..
·
Pengajar
yang membanggakan banyaknya mad'u...
·
Orang
kaya bersedekah dengan liputan media, sampai
· Ibu
rumah tangga yang setiap hari memajang foto masakan untuk memamerkan
kepiawaiannya memasak
Itulah fenomena saat ini, didukung dengan perkembangan
media terutama internet dan media sosial yang membuat banyak orang senang mempublikasikan
setiap kegiatannya, kehebatannya, ibadahnya, kedermawanannya, sampai hal
sekecil-kecilnya, untuk mencari ketenaran, komentar berupa dukungan, pujian, atau
bahkan sekedar acungan jempol. Yang lebih mengherankan, sebagian orang bahkan mempublikasikan
amalan yang sebenarnya jarang atau tidak ia lakukan! Na'udzubillah.
Bila kita membuka lembaran-lembaran sejarah
para salaf, akan kita dapati kisah-kisah keikhlasan dan semangat menyembunyikan
amalan mereka dari pandangan orang, yang akan membuat kita malu. Amalan mereka
besar tapi mereka menyembunyikannya sedangkan amalan kita begitu kecil, tetapi
kita memamerkannya. Amalan mereka begitu rapat tersimpan, tidak ada yang
mengetahui kecuali Allah, diri mereka, terkadang sebagian orang terdekat
mereka, bahkan beberapa di antaranya tidak
diketahui siapa pun dan baru terungkap setelah mereka wafat. Sungguh sesuatu
yang langka dan telah banyak ditinggalkan di zaman ini.
Telah banyak ditinggalkan di zaman ini, menyembunyikan
ibadah, seperti Abdurrahman Bin Abi Laila yang apabila ia sholat sunnah di
rumahnya, kemudian merasa ada seseorang yang melihatnya maka ia membatalkan
sholatnya dan segera berbaring di atas ranjangnya seakan-akan sedang tidur. Sampai
orang yang melihatnya menyangka ia adalah orang yang banyak tidur. Tidak ada
yang mengetahui bahwa sesungguhnya ia banyak mendirikan sholat sunnah. Atau,
seperti Ibrahim An Nahkho'i yang menghabiskan waktunya untuk membaca Al Qur'an, maka apabila ada seorang laki-laki
masuk ke rumahnya ia segera menutupi mushaf dan berkata: "supaya ia tidak melihatku
membaca mushaf setiap saat". Atau seperti Daud Bin Abi Hind disebutkan bahwa ia telah
berpuasa selama 40 tahun tanpa ada seorang pun dari keluarganya yang
mengetahuinya, karena bila pagi hari ia berangkat bekerja, ia membawa bekal
dari rumahnya, maka keluarganya menyangka ia tidak berpuasa, ketika di jalan ia
menyedekahkan bekalnya, dan ketika pulang di penghujung hari, ia ikut makan
malam bersama keluarganya. Atau kisah Ayyub As Sakhiitani rahimahullah yang
mendirikan sholat sepanjang malam dan menyembunyikan nya, sehingga apabila bangun
di pagi hari , ia mengeraskan suaranya seakan-akan baru saja bangun tidur.
Telah banyak ditinggalkan di zaman ini, menyembunyikan
kekhusyu'an dan kezuhudan, seperti Abul Hasan Muhammad bin Aslam At Thowusi yang
sering menangis ketika membaca Al Qur'an, maka setiap hendak keluar rumah ia
selalu mencuci wajahnya untuk menghilangkan bekas menangis. Atau seperti
Ibrahim Bin Adham, sebagaimana dikatakan oleh Ibnul Mubarok: "orang yang suka
menyembunyikan amal, aku tidak pernah melihatnya mengeraskan tasbih, atau
memperlihatkan amal sholih, dan tidaklah ia makan bersama dengan orang-orang kecuali
ia yang terakhir mengangkat tangannya dari makanan, untuk menampakkan ia bukan
termasuk orang yang zuhud. Atau sebagian salaf yang ketika tersentuh dengan
makna ayat Al Qur'an atau hadist dan menangis ia akan berkata: "aku sedang
sakit flu yang parah".
Telah banyak ditinggalkan di zaman ini, menyembunyikan
sedekah, seperti Ali Bin Al Husein Zainal Abidin memanggul makanan dan kebutuhan
orang-orang miskin Madinah setiap malam
di atas punggungnya dan meletakkannya di
depan pintu rumah mereka selama beberapa tahun, tanpa ada seorang pun yang mengetahui . Ketika ia
meninggal barulah orang-orang mengetahui hal
itu, karena terputuslah sedekah dan terdapat bekas kehitaman pada
punggungnya.
Telah banyak ditinggalkan di zaman ini, menuliskan
ilmu tanpa berharap dikenal manusia, seperti Imam Al Mawardi, pengarang kitab-kitab
tafsir, fiqh dan lainnya. Selama hidupnya beliau tidak pernah menunjukkan kitab
karangannya pada siapa pun, sampai ketika beliau merasa ajal sudah dekat, beliau
memanggil orang kepercayaannya dan berkata: "Sesungguhnya kitab-kitab di
rumah fulan adalah tulisanku, maka apabila telah tiba sakratul maut, genggamlah
tanganku, apabila tangan ini menggenggam tanganmu, berarti amalku itu tidak
diterima sedikit pun, maka buanglah seluruh kitabku ke sungai pada malam hari,
tetapi apabila tangan ini terbuka, berarti amalanku diterima. Maka ketika ia
wafat ternyata tangannya terbuka, dan tersebarlah kitab-kitab beliau sejak saat
itu. Atau Imam Syafi'i yang berkata "saya ingin orang-orang mengambil
ilmuku, tanpa menisbatkannya kepadaku".
Itulah sekelumit gambaran salaf dalam
menyembunyikan amal mereka untuk menjaga niat, karena mereka adalah orang-orang
yang paling sadar bahwa tidaklah berharga suatu amal tanpa niat yang ikhlas,
sehingga mereka sangat berhati-hati dari segala hal yang dapat merusaknya,
salah satunya adalah pujian dan pandangan manusia. Pujian dan ketenaran adalah
sesuatu yang mereka jauhi dan benci, bahkan dianggap sebagi musibah. Berkata
Ibrahim Bin Adham: "tidaklah jujur kepada Allah, hamba yang menyukai
ketenaran". Sedangkan Basyar Bin Al Harits berkata : "tidak akan
merasakan kenikmatan akhirat seorang yang suka dikenal oleh manusia". Tak
heran, apabila Allah lah yang membalas keikhlasan mereka dengan pahala yang
sempurna, dengan kecintaanNya, membanggakan mereka dan memberikan kenangan yang
baik di antara manusia sesudahnya sampai zaman selanjutnya..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar